Ia heran dengan Wali Kota Denpasar saat itu yang telah mengeluarkan SK pada tahun 2014. Pasalnya hal itu tidak sinkron dengan berita acara penyerahan pada tanggal 2 Mei 2016.
Di mana di dalam SK Wali Kota tahun 2014 disebutkan yang dimaksud adalah Jalan Tukad Punggawa I. Sementara Jalan Tukad Punggawa I telah diputus dengan Jalan Tukad Guming. Namun ketika masuk ke tanah miliknya, nama jalan menjadi Jalan Tukad Punggawa dan di potong lagi dengan Jalan Tukad Penataran menuju Jalan Tukad Punggawa I di sebelah utara.
“Bapak-bapak yang terhormat Jero Bendesa, Lurah Serangan, Camat Denpasar Selatan dan Bapak Wali Kota sekarang, saya bukan masyarakat yang bodoh. Kalau Jalan Tukad Punggawa I itu jalan Pemkot, memang benar. Tapi kalau Jalan Tukad Punggawa tanpa I, itu punya Pemkot, itu darimana? Ini penyelundupan,” kecamnya
Oleh karena itu, Ipung meminta jawaban dari Wali Kota Denpasar kala itu maupun Wali Kota Denpasar saat ini terkait SK tahun 2014 yang telah dikeluarkan.
Karena tanah miliknya yang telah dicaplok, dibeli dengan menggunakan uang, bukan dibeli dengan kertas yang berbentuk SK.
Ipung juga menyatakan, jika tidak di respon, ia akan kembali menutup jalan dan membongkar jalan yang dibangun di atas tanahnya. Selain itu, ia akan melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait keluarnya SK Wali Kota Denpasar tahun 2014.
“Siapa yang menerima upeti di sini, siapa yang menerima konpensasi di sini, siapa yang mewakili keluarga besar saya atau keluarga Daeng Abdul Kadir di sini, tentu saya berhak tahu. Karena saya yakin ada mafia dan siapa yang diuntungkan, yakni pasti yang mengeluarkan SK ini,” ungkapnya.
Ipung menegaskan dirinya akan bersurat ke Wali Kota Denpasar yang ditembuskan ke Presiden, kemudian Menteri Kehutanan, Menteri Agraria, BPN Pusat, Ombudsman RI, Kejaksaan Agung, Ketua Mahkamah Agung setelah itu ke daerah.