Valas di Bali Terburuk di Dunia? Modus Penipuan Makin Marak
Tahun 2020 baru memasuki lembar pertengahan di bulan Januari. Informasi tak sedap telah menyeruak di jantung pariwisata Bali, Kuta. Tiga money changer, tertangkap tangan melakukan penipuan kepada turis yang melakukan penukaran matang uang. Aksi tipu-tipu money changer di Bali, khususnya di kawasan wisata, cerita klasik yang tak pernah tuntas. Akankah ini terus dibiarkan, sehingga menjadi lahan basah bagi orang atau kelompok melakukan tindakan penipuan dan kriminal?
Ketua Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Bali Ayu Astuti Dhama membenarkan aksi kriminal di valas lama yang sampai saat ini belum tuntas penertiban. “Itu sudah cerita lama, sudah basi. Itu dilakukan money changer illegal,”katanya saat dihubungi sedang di Jakarta, Sabtu (25/1).
Ditegaskan oknum pelaku penipuan itu dipastikan dari money changer yang tidak punya izi resmi alias illegal, alias bodong. Ia meminta aparat di desa bisa ikut menertibkan aksi penipuan tersebut. “Kalau masing-masing ketua wilayah (desa adat, red) perduli pasti bisa, pakai awig-awig aja beres,” imbuhnya.
Seperti diketahui sebelumnya, bahkan disebutkan money changer Bali yang dijuluki sebagai money changer terburuk di dunia. Ia menduga cara kerja money changer ilegal tersebut memiliki jaringan khusus. Sebab mereka biasanya memiliki ruang kecil dengan ukuran tertentu dijadikan semacam konter penukaran uang.
Korban utamanya adalah wisatawan asing. Sepertinya ada beberapa modus yang digunakan. Setelah uang ditukarkan, petugas pura-pura menghitung dengan cara uang yang masih baru itu diserakan atau disebar secara acak di depan korban.
Setelah yakin dengan uang yang dihitung, petugas akhirnya mengumpulkan kembali uang, dijadikan satu lalu dibanting-banting di atas meja yang memang sudah dirancang dengan celah yang tidak kelihatan.
Akibatnya, anggota APVA Bali mengeluhkan perilaku para pelaku usaha money changer yang melakukan penipuan. Apalagi korban yang menjadi incaran adalah para wisatawan yang yang hendak menukar uangnya. “Modus penipuan seperti ini sudah dipraktekkan sejak lama. Sudah banyak keluhan dari para wisatawan terutama turis yang sudah berusia tua yang mudah dibohongi,” bebernya.
Anehnya, korban baru tahu saat belanja dimana uangnya hilang. Selama ini jumlahnya cukup banyak mulai dari Rp3 juta sampai Rp5 juta sekali penukaran. “Mengetahui uangnya hilang, korban akhirnya kembali ke kantor tempat dimana dia menukarkan uang. Namun kantor itu sudah tutup, ditelepon pun tidak aktif,” ulasnya.
Aksi ini tegasnya, sangat merugikan citra pariwisata Bali. APVA Bali meminta bantuan pemerintah untuk bertindak dengan mengeluarkan Perda yang mengatur operasional money changer. Selama ini memang money changer diawasi oleh BI, tetapi itu yang legal formal.
Sementara yang ilegal BI tidak bisa bertindak apa-apa karena tidak memiliki dasar hukum yang mengaturnya. “Kami meminta pemerintah untuk mengeluarkan Perda agar ini bisa ditindak karena kalau dibiarkan akan semakin memperburuk citra pariwisata Bali,” ujarnya dan meminta Pemprov Bali perlu juga menindak usaha money changer ilegal yang melakukan penipuan karena merusak citra Bali di mata internasional
Pengamat hukum yang juga Advokat dan Konsultan Hukum, I Kadek Agus Mulyawan, SH.MH., sangat menyayangkan kasus penipuan tersebut. Dan belum ada satu pun pelaku penipuan ditangkap aparat keamanan. Dikatakan, modus operandi terkait tindak pidana penipuan ini memang begitu cepat dilakukan, sehingga wisatawan baru bisa menyadari uangnya kurang setelah meninggalkan money changer.
Karena modus kecepatan tangan dan modus posisi letak meja terkadang sangat mendukung, agar aksi kejahatan dapat dilakukan dengan mudah. “Sebaiknya petugas Bank Indonesia dan unsur terkait rutin melakukan pengecekan, apakah mereka sudah memiliki kelengkapan ijin terkait operasional money change tersebut, karena jika nanti ada laporan terhadap aksi penipuan itu. Maka akan lebih mudah mencari siapa orang yang paling bertanggung jawab terhadap aksi tersebut,” tegas lawyer Bali yang di Denpasar, Senin (20/1).
Agus Mulyawan, juga menjelaskan pemerintah harus tegas dan semua institusi yang ada di Bali, baik pemerintah maupun swasta untuk ikut menjaga Bali dari modus penipuan seperti ini. “Kegiatan money changer itu kan melibatkan pemerintah, karena mereka yang mengeluarkan izin. Maka dari itu, pemerintah juga harus tegas menindak money change yang nakal dan praktek seperti ini sudah lama saya dengar terjadi dan juga banyak keluhan wisatawan asing. Ini jelas merusak citra pariwisata Bali bahkan sudah banyak juga media internasional memberitakan modus penipuan,” tandasnya.
Dibeberkan, pelaku penipuan ini dapat dijerat Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP. Kalau ditelusuri juga dapat disangka melanggar Pasal-pasal tentang Tindak Pidana Perbankan dan juga dapat dijerat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tergantung bagaimana perannya. “Untuk itu semua institusi dan kita semua harus ikut menjaga Bali, agar masalah ini tidak berlarut larut,” tegasnya.
Berkenaan dengan maraknya bisnis money change ini, juga diharapkan ada payung hukum bagi kewenangannya lembaga lain yang ikut mengatur, mengawasi, money change, selain Bank Indonesia,” harapnya. Apalagi disebutkan oleh Pemilik Kantor Hukum Agus M and Associates ini, dalam melaksanakan fungsi-fungsi money changer itu belum ada ketentuan dalam Undang-Undang BI yang secara tegas mengaturnya
BI Bantah Tutup Mata, Berdalil Rutin Lakukan Pengawasan
Kantor Perwakilan Wilayah (KPw) Bank Indonesia Provinsi Bali membantah tutup mata terkait penertiban money changer tidak berizin alias ilegal. Mewakili KPw BI Bali, Agus Sistyo W, Kepala Divisi Sistem Pembayaran Bank Indonesia Provinsi Bali mengakui Bank Indonesia menyadari pariwisata merupakan penyumbang utama perekonomian di Bali.
Oleh karena itu, Bank Indonesia senantiasa mendukung upaya menjaga pariwisata di Bali, salah satu upaya dalam rangka menjaga citra pariwisata, Bank Indonesia senantiasa melakukan pengawasan secara off site dan on site. Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan mencakup juga kegiatan penertiban KUPVA tidak berizin.
“Dalam kegiatan penertiban tersebut, Bank Indonesia bekerja sama dengan Ditreskrimsus Polda Bali, Polres, Satpol PP, dan Desa Adat,” bebernya lewat siaran pers, Senin (20/1).
Dikatakan Bank Indonesia secara terus menerus juga melaksanakan penertiban KUPVA tidak berizin. Pada bulan Agustus 2019 sebanyak 41 KUPVA tidak berizin dilakukan penertiban di daerah Kuta, Legian, Seminyak, Jimbaran, Nusa Dua.
Pada saat penertiban, seluruh atribut diamankan dan identitas pelaku usaha disita. Pada posisi sampai 15 Januari 2020 tercatat jumlah KUPVA yang melakukan operasional di wilayah Bali adalah sebanyak 628 kantor yang terdiri dari 126 Kantor Pusat dan 502 Kantor Cabang. Sebagian besar (385 kantor atau 61%) kantor KUPVA BB, beroperasi di wilayah Badung.
Sepanjang tahun 2019 tercatat jumlah transaksi pembelian valuta asing oleh KUPVA BB adalah sebesar Rp.17,47 Triliun dan transaksi penjualan valuta asing sebesar Rp.18,03 Triliun yang didominasi oleh mata uang USD dan AUD. Dalam rangka penertiban KUPVA tidak berizin dan memberikan perlindungan masyarakat terhadap operasional KUPVA tidak berizin, langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia secara terus menerus memberi edukasi kepada masyarakat melalui penyebaran leaflet ciri-ciri KUPVA Berizin, leaflet Modus Penipuan KUPVA di Bali, dan memberikan himbauan kepada masyarakat mengenali KUPVA BB Berizin melalui pendistribusian standing banner di masing-masing KUPVA BB Berizin.
Juga melakukan koordinasi secara terus menerus dengan pihak-pihak terkait, seperti Polda Bali, Satpol PP dan Desa Adat untuk bersama-sama melakukan kegiatan penertiban KUPVA tidak berizin secara sewaktu-waktu. “Kami senantiasa berupaya bekerja sama dengan asosiasi dan pemerintah daerah untuk mencari terobosan-terobosan baru yang lebih efektif untuk menertibkan KUPVA tidak berizin dan meningkatkan pelayanan KUPVA di Bali,” bebernya.
Langkah-langkah tersebut menjadi salah satu upaya Bank Indonesia dalam meningkatkan pelayanan KUPVA kepada wisatawan yang terus mengalami peningkatan sekaligus menjaga citra pariwisata Bali. Â “Dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat, kami telah meminta kepada seluruh KUPVA BB yang telah berizin untuk memasang tulisan Authorized Money Changer dan nama PT penyelenggara memasang nomor dan tanggal Surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KpmIU),” bebernya seraya meminta memasang Sertifikat izin usaha kantor pusat dan kantor cabang KUPVA BB yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, selain memasang Logo KUPVA berizin yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang dilengkapi dengan QRCode. Â Selain itu, melarang KUPVA Berizin melakukan transaksi dengan KUPVA Tidak Berizin. “Selain itu sebagai upaya untuk penertiban KUPVA Tidak Berizin, Bank Indonesia memberikan kemudahan dalam proses perizinan, antara lain memberikan konsultasi dan proses pengajuan KUPVA tidak dipungut biaya,” tutupnya. sur/poll