Jumat, 22 November, 2024

Bali Compact” Jadi Legacy Presidensi G20 Indonesia di Bidang Transisi Energi Global

Vincent Piket, Zagi Berian, Yudo Dwinanda
Vincent Piket, Zagi Berian, Yudo Dwinanda. (Foto: ist)

DENPASAR,MENITINI.COM-Staf Ahli Bidang Perencanaan Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yudo Dwinanda Priaadi mengungkapkan “Bali Compact” yang merupakan kesepakatan bersama Forum Transisi Energi G20 bisa menjadi warisan dari Indonesia kepada G20.

“Bali compact lahir dari kesepakatan bersama para anggota G20 dalam meningkatkan ambisi menuju transisi energi yang adil, terjangkau dan inklusif,” kata Yudo dikutip website Kementerian ESDM, Rabu (14/11/2022).

Yudo menjelaskan, ada sembilan prinsip yang ada dalam Bali Compact yang merupakan tawaran Indonesia dalam forum transisi energi G20. Pertama adalah memperkuat kepercayaan dan kejelasan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi secara nasional.
“Meningkatkan ketahanan energi, stabilitas pasar dan keterjangkauan. Mengamankan pasokan energi, infrastruktur, dan sistem yang tangguh, berkelanjutan dan andal. Meningkatkan pelaksanaan efisiensi energi. Mendiversifikasi sistem dan bauran energi, serta menurunkan emisi dari semua sumber energi,” bebernya.

Berikutnya, lanjut Yudo, mengkatalisasi investasi yang inklusif dan berkelanjutan dalam skala besar ke arah sistem energi rendah emisi atau Net Zero Emissions. Berkolaborasi dalam memobilisasi semua sumber pendanaan untuk mencapai tujuan Agenda Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 dan Paris Agreement.
“Meningkatkan teknologi yang inovatif, terjangkau, cerdas, rendah emisi atau Net Zero Emissions serta membangun dan memperkuat ekosistem inovasi untuk mendorong penelitian, pengembangan, demonstrasi, diseminasi dan penerapannya,” rincinya.

Krisis Iklim Isu Prioritas

Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket mengatakan, isu lingkungan merupakan isu nomor satu yang harus diselesaikan secara bersama. Menurutnya, KTT G20 menjadi pertemuan multilateral besar di samping negosiasi soal iklim yang berlangsung di Mesir.
“Menurut saya, ini menunjukan bahwa masyarakat dunia sadar bahwa sesuatu harus dilakukan. Jika tidak, bencana besar kemungkinan besar akan terjadi,” kata Vincent.

Ketika ditanya apa kontribusi G20 terhadap isu lingkungan ini, Vincent menyampaikan bahwa G20 merupakan badan aksi dari 20 ekonomi terbesar dunia. Ia menjelaskan 80 persen PDB terwakili di satu ruangan di Bali dalam forum KTT G20 Bali. “Mereka (G20) memiliki tanggung jawab yang luar biasa besar dalam menentukan arah kebijakan enonomi dan kebijakan iklim,” kata Vincent.

Dari sudut pandang UE, Vincent mengatakan, G20 harus mendorong pemulihan negara-negara anggota dari dampak pandemi baik di sektor manufaktur dan semua sektor lainnya, termasuk transisi digital yang berkelanjutan untuk meningkatkan PDB juga transisi energi berkelanjutan.

“Itu yang kita kejar. UE percaya bahwa dalam hal kebijakan iklim, kami adalah pemimpin dunia penentu tren untuk seluruh dunia,” terannya.