MENITINI.COM Pengelolah Museum Bung Karno dan Taman Proklamasi yakni Shri Ida Bagus Darmika Marhaen atau yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Marhaen dilaporkan ke Polda Bali karena dinilai melanggar tata ruang dan menerobos lahan untuk jalan umum.
Selain Gus Marhaen, juga dilaporkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Denpasar yakni I Nyoman Ngurah Jimmy Sidharta W. yang diduga melakukan pembiaran pembangunan di lokasi yang sama walau melanggar tata ruang. Keduanya dilaporkan oleh korban bernama AA Bagus Ngurah Nuartha, AA Ngurah Susruta Putra, AA Ngurah Ananda Kusuma dan AA Ngurah Adhi Ardhana. Gus Marhaen Cs dilaporkan ke Polda Bali dengan nomor Dumas/181/IV/2021/SPKT Polda Bali.
Kuasa hukum para korban Anak agung Ngurah Alit Wirakesuma mengatakan, Gus Marhaen dan Jimmy Sidharta dilaporkan oleh para korban yang merupakan rakyat Kota Denpasar karena pembangunan gedung yang dilakukan oleh para terlapor sudah melanggar tata ruang dengan mencaplok tanah milik publik berupa jalan raya.
Bangunan di Jl Pegangsaan Timur 56 No 1, Desa Dangin Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar mencaplok badan jalan yang awalnya selebar 8 meter menjadi tinggal 3 meter. “Terhadap kasus ini, secara pribadi sudah ada upaya kekeluargaan untuk melakukan pendekatan persuasif, dan juga sudah koordinasi dengan Pemda setempat. Pada tanggal 12 Januari 2021 sudah ada surat pernyataan untuk menghentikan kegiatan, namun tidak diindahkan oleh para terlapor,” ujarnya di Denpasar, Kamis (27/5/2021).
Setelah upaya persuasif mentok para pelapor yang juga anggota DPRD Kota Denpasar melakukan upaya lain yakni melakukan rapat dengar pendapat antara eksekutif yakni Dinas PUPR Kota Denpasar, SatPol PP Kota Denpasar, BPN Kota Denpasar dan beberapa instansi terkait lainnya. “Dalam rapat dengar pendapat yang digelar pada 7 Januari 2021 dengan sangat jelas disampaikan bahwa terjadi pelanggaran tata ruang dan meminta agar pembangunan tersebut dihentikan.
Ternyata para terlapor terutama Gus Marhaen tetap melakukan pembangunan dan saat ini sudah mendekati finalisasi. Artinya, hasil rapat dengar pendapat tersebut tidak ditaati. Bahkan SatPol PP yang berjanji akan melarang, juga tidak terjadi. Karena itulah kami akhirnya melaporkan kasus ini ke Polda Bali,” ujarnya.
Adapun pasal yang dikenakan berlapis mulai dari UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan Raya, UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung, pasal 421 KUHP, pasal 55 KUHP.
Sementara AA Susruta Ngurah Putra mengatakan, bila diuji di lokasi pembangunan maka sesungguhnya para terlapor sudah melakukan perbuatan melawan hukum atau terjadi pelanggaran hukum. “Kami telah menyampaikan beberapa upaya baik secara pribadi, secara kekeluargaan maupun secara kelembagaan. Tetapi tidak ada respon sama sekali bahkan kuat dugaan terjadi pembiaran atau sifat melawan hukum atas obyek yang dipersoalkan,” ujarnya.
Ia mengaku, para terlapor sesungguhnya merupakan orang yang paham hukum, figur atau tokoh masyarakat. Namun karena perbuatan melawan hukum maka harus diselesaikan secara hukum.
“Soal ketokohannya tetap kami hormati dan kami hargai. Tetapi kalau sudah melawan hukum maka tidak ada perbedaan sebagai warga negara. Kalau ini dibiarkan maka bukan tidak mungkin akan muncul pelanggaran yang lain dan dibuat oleh orang lain. Tata ruang Kota Denpasar akan semakin rusak,” ujarnya.ria/edi