Jumat, 22 November, 2024

Dinas Kehutanan Akui Dermaga Kodang Tak Berizin

Kawasan Tahuran Ngurah Rai dijadikan tempat para seniman berkreasi. Salah satunya dengan dramatari di kawasan bakau di Kedonganan

DENPASAR,  MENITINI.COM– Dinas Kehutanan Provinsi Bali mengakui Dermaga Kodang di Jalan Pemelisan Suwung, yang mecaplok lahan Tahura tak punya izin alias ilegal. Tak hanya itu, Helipad di Benoa dan Tanjung Benoa, serta Kampung Kepiting di Tuban juga belum mengantongi izin.

UPT Tahura Ngurah Rai, melalui Dinas Kehutanan telah berulang kali bersurat ke Kementerian Kehutanan sebagai pemilik lahan, namun sampai saat ini belum direspon instansi yang dipimpin Siti Nurbaya itu. “Kewenangan propinsi memang ada, tapi semua kewenangan itu harus persetujuan pusat. Pengelolahnya memang kita, untuk pemanfaatan kawasan hutan di seluruh Bali harus seijin pusat,” kata Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, I Made Gunaja saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (29/4).

Made Gunaja, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali

Kendati belum punya izin, Dinas Kehutanan tak berani melakukan penertiban karena menghindari benturan dengan masyarakat. “Yang di Pemelisan itu,  yang memohon desa adat. Kita tak mau berbenturan dengan masyarakat. Makanya, yang segera kami lakukan adalah bersurat lagi ke pusat. Kalau tak ada persetujuan dari Jakarta, kita akan kordinasikan dengan bagian hukum, Satpol PP untuk memback up. Upaya pertama yang dilakukan adalah menyurati Jakarta dulu,” kata Made Gunaja yang didamping Kepala UPT Tahura Ngurah Rai, Nyoman Serakat.

“Ketika Jakarta tak merespon lagi, saya akan undang Jakarta untuk sama – sama turun ke lapangan melakukan pengecekan sekaligus dialog dengan masyarakat. Itulah upaya persuasif yang akan kita lakukan,”ucapnya

Kendati sudah lama beroperasi tanpa izin, Dinas Kehutanan terus memantau semua lahan Tahura yang dimanfaatkan baik per orangan maupun kelompok. Pihaknya terus berkomunikasi dengan Jakarta,  untuk memastikan apakah pemanfaatan lahan itu dalam bentuk apa. “Entah dalam bentuk Izin Pengusaha Pariwisata Alam (IPPA), atau Izin Usaha Sarana Prasarana Wisata Alam (IUSWA) atau dalam bentuk kerja sama. Semua skema ini bisa saja, kalau sudah ada persetujuan dari pusat. Kita di Bali hanya mengelolah. Istilah Balinya, kita ini hanya penyakap,” tambah Nyoman Serakat.

Dermaga Kodang di Jalan Pemelisan Suwung memanafaatkan lahan Tahura

Sebagai pejabat yang baru dua bulan menjabat Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Made Gunaja berjanji segera bersurat ke pusat memastikan apakah nantinya pemanfaatan hutan itu dengan skema seperti apa. Entah IPPA, IUSPWA atau pola kerjasama. “Intinya kami segera bersurat lagi. Kalau tak ada respon, kami undang pusat meninjau ke lapangan. Kalau pun tak diberikan atau ditolak, maka upaya penertiban akan dilakukan, tentu dengan pertimbangan agar tak berbenturan dengan masyarakat adat. Karena yang memohon ini hampir semuanya desa adat,” kata bekas Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup [BIPPLH] Bali sejak awal mengingatkan kepada semua pihak baik perorangan maupun kelompok, jangan sampai membuang limbah ke laut yang mencemari lingkungan. Juga penyerobotan lahan di Kawasan Tahura Ngurah Rai (Tahura) yang bukan hak yang terbentang dari Sanur sampai Tanjung Benoa.

“Kami melihat sampai saat ini masih banyak yang membuang limbah ke laut, entah per orang lembaga yang bisnis. Juga diduga ada penyerobotan lahan di Tahura.  Seperti pembangunan dermaga Kodang, penyebrangan Denpasar-Nusa Penida di Jalan Pemelisan Suwung. Pembangunan helipad di Suwung, Pemogan dan Tanjung Benoa juga Kampung Kepiting yang memakai lahan Tahura. Untuk itu aparat terkait segera turun lapangan membuktikan, apakah benar ada penyerobotan lahan atau tidak,” kata Ketua BIPPLH Bali, Komang Gede Subudi, di Denpasar, Sabtu (27 April 2019).poll