Ketua Fojaru Tikep Nuryani Abdullah Puha menambahkan, perkembangan kasus kekerasaan seksual di Kota Tikep ini, yang dibutuhkan adalah membuat edukasi pendidikan kepada anak-anak di bawah umur dan memberi pemahaman tentang berbagai literatur, seperti membaca sejak dini.
“Kalau kita dari sisi hukum, kendala utamanya adalah susah pada pembuktian,” paparnya.
Polres Halsel Jalin Sinergitas dengan tokoh-tokoh masyarakat untuk mengatasi kerawanan
sedangkan dari sisi media, bahwa karakteristik masyarakat memandang kasus kekerasan seksual masih feodal.
“Memang dibenarkan, banyak kasus yang terlapor dan tidak terlapor masih menggunakan bahasa “maaf” sebagai jalan penyelesaian kasus kekerasan seksual. Hal ini, tingkat pengetahuan masyarakat terhadap darurat kekerasan seksual di anggap minim,” kata Nuryani.
“Sebagai penyelenggara kegiatan ini, kami berharap dengan adanya agenda diskusi ke depannya dapat membawa dampak baik terhadap kondisi masyarakat yang acuh terhadap kekerasan seksual. Ini penting adanya kerja sama dari setiap elemen baik masyarakat, Pemerintah, hingga penegak hukum, sehingga memadamkan api kekerasan seksual yang kian menyebar di masyarakat,” sambungnya.
Hadir dalam diskusi perdana ini, alumni Fakultas Hukum UNNU, dosen, praktisi pendidikan, Forspar, media online, dan pengurus Fojaru Tikep. (M-009).