Jumat, 22 November, 2024

DPR Dukung Hapus Stigma KDRT Bukan Urusan Pribadi

Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani. (Foto: Geraldi/vel)

JAKARTA,MENITINI.COM-Meski Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) telah disahkan, kasus KDRT dinilai konsisten masih tetap tinggi.

Terbukti, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kasus perceraian karena faktor kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia pada 2023 mencapai 5.174 kasus. Angka itu naik 4,06% dari tahun sebelumnya yang sebesar 4.972 kasus.

Ini Jawaban Pjs Bupati Jembrana atas Pandangan Umum Fraksi DPRD 

Alasan De Gadjah Gunakan Helikopter di Tengah Padatnya Jadwal Kampanye

I Nengah Senantara Soroti Pentingnya Bendungan Sidan Segera Rampung

Ketua DPRD Badung Minta Pemerintah Berinovasi Kurangi Kesemrawutan Kabel

Menanggapi, Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani menekankan pentingnya dukungan solid seluruh pemangku kepentingan demi menciptakan masyarakat yang adil dan berperikemanusiaan. Pernyataan ini disampaikan kepada Parlementaria melalui rilis, Jakarta, Rabu (14/8/2024).

"Pemerintah, bersama dengan seluruh stakeholder terkait, dan tentunya masyarakat, harus berkomitmen untuk memerangi KDRT agar tercipta lingkungan keluarga yang bebas dari kekerasan," tegas Puan.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menyoroti soal sistem penanganan kasus isu KDRT. Ia menilai tidak banyak orang yang berani untuk ikut campur meski mengetahui atau melihat sendiri peristiwa kekerasan tersebut. Hal ini terjadi, menurutnya, kekerasan dalam rumah tangga sering dipandang sebagai masalah ranah pribadi.

Alat Berat Terbakar di Jalan Tol Bali Mandara

Kapolri dan Panglima TNI Ikuti Doa Bersama Lintas Agama untuk Kesuksesan Pilkada di Bali

Perda APBD Jembrana Tahun Anggaran 2025 Ditetapkan

Pemkab Badung Gelar Apel Peringatan Hari Napak Tilas

"KDRT ini kan menjadi isu yang sulit diatasi karena berbagai faktor yang membentuk budaya dan norma sosial. Jadi, si pelaku akan merasa dapat bertindak semaunya tanpa khawatir akan konsekuensi hukum dengan keyakinan, ini kan masalah rumah tangga. Padahal KDRT adalah tindak pidana yang ancamannya hukumannya cukup besar juga. Harusnya norma hukum ini menjadi norma utama yang diperhatikan," jelas Mantan Menko PMK ini.

Salah satu kasus KDRT yang memperoleh sorotan kuat publik terkini ialah peristiwa KDRT yang menimpa oleh korban Cut Intan Nabila. Menurutnya, keputusan yang diambil oleh korban bisa menjadi katalis untuk perubahan sistemik. Hanya saja, terangnya, belum cukup kuat untuk mengubah norma dan stigma yang sudah mengakar di masyarakat.

Berpacu Dilumpur, Makepung Lampit 2024 Digelar

Fakultas Ilmu Budaya Unud akan Gelar The Japan Festival of Udayana

 Ribuan Seniman Meriahkan Pawai Budaya “Jana Kerthi Paramaguna Wikrame” di Jembrana

Kecamatan Pekutatan Jembrana, Andalkan Tari Sekar Ibing Lomba Gong Kebyar Wanita 2024

"Memang perlu ada gerakan yang berani untuk memberantas KDRT ini. Stigma atau reaksi negatif dari lingkungan sekitar justru menjadi sebuah ancaman bagi korban yang sebenarnya ingin berbicara. Dan ini tidak benar," papar Puan.

Terlepas dari hal itu, ia menilai budaya baru berupa pengawasan dari publik melalui platform media sosial dapat mengubah stigma pembenaran KDRT. “Sisi positif dari kemajuan teknologi dapat membantu korban bersuara, dan dibela oleh masyarakat luas. Netizen menjadi pengawas terhadap hal-hal di luar kewajaran. Saya kira ini perkembangan yang baik,” imbuhnya.

JAM-Intelijen Tekankan Pentingnya Kepatuhan Hukum dan Pencegahan Korupsi dalam PelatihanLegal Executive Development untuk ASN

Wow.. Segini Jumlah Kerugian Setahun Akibat Kemacetan di Jakarta

Australia Bakal Melarang Anak Menggunakan Medsos, Ini Alasannya

Seorang Wanita di Ambon Ditangkap Polisi, Ini Penyebabnya

Tidak ingin jumlah korban bertambah, Puan meminta pemerintah mengedukasi lewat sosialisasi supaya terbentuk kesadaran di setiap lapisan masyarakat bahwa KDRT adalah isu yang harus diperangi bersama. Seperti gunung es, kasus KDRT harus turut dilawan dengan dukungan layanan optimal, baik dari sisi preventif dan kuratif seperti rumah aman, konselor, visum gratis, hingga BPJS bagi korban kekerasan.

“Pemerintah harus melakukan kampanye nasional perihal KDRT agar mengubah norma sosial dan stigma yang mengelilingi KDRT. Ini untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi korban agar berani melapor dan meminta bantuan. Selain itu, pendidikan dan kesadaran publik mengenai KDRT harus diperluas dan itu penting karena korban biasanya tidak berani buka suara karena takut terhadap judgement sosial” urai Puan.

Menutup pernyataannya, kolaborasi antar-Kementerian/lembaga dan organisasi non-Pemerintah harus diperkuat secara efektif dan efisien. Upaya ini, tegasnya, harus dilakukan agar penanganan kasus KDRT ditangani secara holistik demi menciptakan sistem yang lebih solid untuk melawan tindak kekerasan dalam rumah tangga.

"KDRT harus dapat ditangani hanya dengan tindakan tegas dan komprehensif," pungkasnya. (um/rdn)

  • Sumber: Parlementaria