Senin, 25 November, 2024

DPR Minta Jokowi Pecat Menteri BUMN Rini Soemarno

Pansus Angket  Pelindo II

JAKARTA, POS BALI — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui rekomendasi panitia khusus (pansus) angket tahap kedua tentang Pelindo II dalam rapat paripurna, Kamis (25/7). Salah satu poinnya yakni permintaan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) memecat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)Rini  Soemarno  “Laporan diterima, sudah aklamasi dan diketok, diterima oleh semua fraksi,” tegas Wakil Ketua DPR Utut Adianto secara singkat usai rapat paripurna, Kamis (25/7).

Utut Adianto, Wakil Ketua Pansus Pelindo II

Rieke Diah Pitaloka, Ketua Pansus Angket tentang Pelindo II menyatakan DPR tetap menginginkan Jokowi menggunakan hak prerogatif kepada Rini. Permintaan ini sebenarnya telah diajukan dalam laporan Pansus tahap 1 pada 2015 lalu. “Pansus tetap pada sikap politik yang sama, yaitu merekomendasikan kepada Presiden untuk mengambil sikap kepada Menteri BUMN. Pansus mendukung Presiden untuk berani menggunakan hak prerogatifnya sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara terhadap Menteri BUMN,” papar Rieke.

Dalam laporan Pansus Angket Tahap 2 memang tak ditulis secara spesifik permintaan agar Rini dipecat. Namun, Rieke menyatakan bahwa sikap politiknya tak berubah dari posisi 2015 kemarin, di mana rekomendasi pada tahun tersebut dituliskan permintaan kepada Jokowi untuk memberhentikan Rini.

Rieke Diah Pitaloka, Ketua Pansus

Rieke menyatakan bahwa Rini telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, khususnya Pasal 6 ayat (2a) dan Pasal 24 ayat (2), serta UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 14 ayat (1).  “Panitia Angket tentang Pelindo II menemukan fakta bahwa Menteri BUMN dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan,” kata Rieke. 

Ia menyatakan beberapa tindakan Pelindo II pada 2015 telah merugikan negara. Misalnya, kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) antara Pelindo II dan Hutchison Port Holding (HPH) yang dinilai menguntungkan pihak asing. “Kembalikan JICT ke pangkuan Ibu Pertiwi dengan pengelolaan yang berkiblat pada konstitusi negara sendiri, yaitu UU 1945,” terang Rieke 003