Gede Urip lantas bertemu I Gusti Ngurah Satria Perwira, yang saat itu merupakan Kepala Subauditorat II BPK Perwakilan Bali, di Kantor Pemerintah Kabupaten Tabanan.
Satria Perwira kepada Gede Urip menyampaikan bahwa Bahrullah Akbar, yang saat itu menjabat Wakil Ketua BPK RI dan timnya, akan mengurus tambahan alokasi DID Kabupaten Tabanan.
Gede pun melaporkan hasil pertemuan itu kepada Eka. Dia kemudian memerintahkan staf ahlinya Dewa Wiratmaja untuk menemui Bahrullah.
Dewa mendatangi rumah dinas Bahrullah di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Bahrullah mengarahkan Dewa agar bertemu Yaya Purnomo.
Dewa lalu menemui Yaya dan Rifa Surya di pujasera, kawasan Metropole, Cikini, pada tanggal 15 Agustus 2017. Dalam pertemuan itu, Rifa dan Yaya menyanggupi permintaan Eka yang diutarakan melalui Dewa.
Akan tetapi, Yaya dan Rifa meminta suap yang diberi kode “dana adat istiadat” untuk memenuhi permintaan Eka. Jumlah suap yang diminta sebesar 2,5 persen dari alokasi DID yang didapatkan, yaitu Rp46 miliar. “Selain itu, juga harus menyerahkan tanda jadi di awal sebesar Rp300 juta,” kata jaksa.
Dewa pun melaporkan kepada Eka mengenai hasil pertemuannya dengan dua eks pejabat Kemenkeu itu.
Eka kemudian memerintahkan Dewa menghubungi sejumlah kontraktor, yaitu Direktur PT SME berinisial WS, Direktur PT SYAP berinisial INY, dan Direktur CV A berinisial GMS.
Para kontraktor itu diminta menyiapkan Rp300 juta, yang kemudian uang itu bakal diserahkan kepada Yaya dan Rifa. Para pengusaha itu kemudian dijanjikan bakal mendapat proyek di Kabupaten Tabanan.
Usai pembacaan dakwaan itu, majelis hakim yang dipimpin oleh I Nyoman Wiguna juga meminta tanggapan dari terdakwa yang kemudian disampaikan oleh perwakilan tim penasihat hukumnya, Warsa T. Bhuwana. Warsa menyampaikan pihaknya bakal mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa. Majelis hakim pun menjadwalkan sidang berikutnya pada Kamis (23/6) dengan agenda pembacaan eksepsi.
Sumber: Antara