DENPASAR, MENITINI Eksekusi PT Pondok Asri Dewata (PAD) dengan objek Hotel White Rose di Jalan Legian, Kuta Badung rencananya dilakukan, Kamis (24/6/2021) hari ini.
Eksekusi aset PT Tabur Berkah ini dipastikan melabrak Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 3 Tahun 2000 tentang Putusan Serta Merta (Voerbaar Bij Vooraad dan Provisionil) dan SEMA RI Nomor 4 Tahun 2001 tentang Permasalahan Serta Merta (Voerbaar Bij Vooraad) dan Provisionil.
Dalam SEMA ini ditegaskan, setiap melaksanakan eksekusi putusan serta merta harus disertai penetapan jaminan senilai objek atau barang yang dieksekusi. Adanya jaminan ini seperti yang ditegaskan di dalam SEMA, pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai barang atau objek eksekusi sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata dikemudian hari d putusan yang membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama.
Humas PN Denpasar, I Made Pasek ketika dikonfirmasi uang jaminan dari permohonan eksekusi, hanya mengatakan belum tahu tentang itu.
Made Pasek meminta menanyakan langsung kepada Panitera PN Denpasar, Matilda Tampubolon.
Panitera ketika ditanyakan uang jaminan, mengatakan tidak ada uang jaminan dalam pelaksanaan eksekusi putusan serta merta dengan objek eksekusi Hotel White Rose tersebut.
Lucunya, ketika ditanya alasan tidak ada uang jaminan, menurut Matilda mengatakan pertimbangan penetapan eksekusi ditandatangani tanpa adanya uang jaminan dengan alasan, asumsi dari Ketua PN Denpasar pemohon eksekusi tidak akan membongkar atau mengalihkan objek yang dieksekusi di kemudian hari.
Sementara itu, kuasa hukum PT Tabur Berkah, pemilik aset yang dieksekusi, I Gede Widiatmika mengatakan, eksekusi aset milik PT Tabur Berkah merupakan konspirasi hukum untuk merampok Hotel White Rose. “Ada unsur lain atau ekstra legal dan adanya konspirasi hukum dalam pelaksanaan eksekusi. Ketua PN Denpasar (Soebandi-red) bertindak hanya untuk memenuhi kepentingan pemohon eksekusi, Lau Budiman Candra dkk,” tuding Gede Widiatmika.
Dijelaskan, PT Tabur Berkah membeli PT PAD dari PT Bank Universal yang sekarang bernama PT Bank Permata tbk. “PT PAD diperoleh dari lelang yang dilakukan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional, red),” tegas Widiatmika seperti dikutip Surat Kabar POS BALI, Kamis (24/6/2021)
Widiatmika menjelaskan, PT PAD dijaminkan Budiman Candra di Bank Universal, dan sekitar tahun 1999 disita dan dilelang BPPN karena Budiman Candra tidak menjalankan kewajibannya. Dalam kurun waktu sejak PT PAD dibeli dari Bank Permata, ada beberapa kali upaya hukum yang dilakukan pemohon eksekusi, Budiman Candra, dkk. “Ada dua putusan sebelumnya, dari PN sampai PK yang menyatakan pemohon eksekusi yakni Budiman Candra melakukan perbuatan melawan hukum,” kata Widiatmika.
Widiatmika menegaskan, pelaksanaan eksekusi ini dipaksakan karena Ketua PN Denpasar, Soebandi tidak mempertimbangkan serta mengabaikan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) atas perkara terkait obyek dan subyek yang sama. “Eksekusi ini tanpa adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap tetapi hanya berdasarkan putusan di pengadilan tingkat pertama, Januari 2021 lalu. Sementara kami sudah meminta menunda dan menangguhkan pelaksanaan eksekusi karena sedang melakukan upaya hukum banding dan juga perlawanan,” tegas Widiatmika.
Dalam salah satu amar putusan majelis hakim yang diketuai, I Wayan Rumega pada tanggal 6 Januari 2021 lalu menyebutkan, putusan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada bantahan, banding maupun kasasi yang ajukan tergugat atau pihak lain.
Widiatmika memastikan, pihaknya segera melaporkan Ketua PN Denpasar dan Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), KY (komisi Yudisial), MA, Ombudsman, Komisi III DPR RI dan Ketua Muda Bidang Pengawasan MA. poll