BADUNG, MENITINI.COM – Tiga WN Nigeria bersama seorang WN Amerika Serikat dideportasi berturut-turut oleh petugas Rudenim Denpasar.
Ketiga WNA tersebut terlibat berbagai kasus, mulai dari melanggar aturan keimigrasian, gangguan kamtibmas, overstay hingga penipuan online.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar Gede Dudy Duwita menerangkan, untuk kasus pertama pihaknya mendeportasi seorang pria WN Nigeria berinisial SNO (36) dan pria WN Amerika Serikat berinisial SVO (41).
Mereka melanggar Pasal 75 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Dalam ketentuan Pasal 75 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
SNO sempat didetensi 41 hari. Sementara SVO didetensi selama 2 hari di Rudenim Denpasar. Keduanya dideportasi ke negara masing-masing melalui bandara Internasional Ngurah Rai pada 25 Oktober 2024.
SVO dideportasi melalui John F Kennedy International Airport dan SNO dengan tujuan akhir Lagos International Airport dengan dikawal oleh petugas Rudenim Denpasar.
Untuk SNO, pria kelahiran 1988 ini tiba di Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta pada 7 Desember 2019 menggunakan Izin Kunjungan.
Pada 29 Mei 2024, petugas Imigrasi menemukan SNO di sebuah kos di Denpasar Barat tanpa paspor atau dokumen keimigrasian yang sah.
Ia mengaku paspornya telah hilang pada Desember 2019. Akibat pelanggaran tersebut, SNO dikenakan pidana denda sebesar Rp20 juta.
Namun karena ia tidak sanggup membayar denda tersebut, maka ia harus menjalani pidana kurungan selama satu bulan dan telah dibebaskan dari Lapas Kelas II A Kerobokan pada 14 September 2024.
“Penangkapan SNO merupakan bagian dari operasi penertiban yang lebih luas terhadap warga negara asing yang melebihi batas izin tinggal (overstay) di Bali,” ucapnya.
Sebelumnya, pada akhir Mei 2024 Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai menangkap 24 warga negara asing dari Nigeria, Ghana, dan Tanzania yang terlibat dalam kasus overstay, dan sebagian dari mereka diduga sengaja menghilangkan paspor mereka untuk menghindari pengawasan.
Delapan WNA yang terlibat dalam kasus itu termasuk SNO. Ia diketahui sengaja menghilangkan paspor untuk menyulitkan identifikasi oleh pihak berwenang, termasuk untuk mempersulit identifikasi keberadaan mereka.
Sementara SVO mengaku baru pertama kali datang ke Indonesia pada 15 Oktober 2024 menggunakan Visa on Arrival yang berlaku hingga 13 November 2024.
Pada 23 Oktober 2024, SVO diamankan oleh Satpol PP Kabupaten Gianyar karena ditemukan linglung di sekitaran Monkey Forest Ubud.
Ia juga mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. Atas kejadian tersebut SVO diserahkan ke Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar.
Dalam pemeriksaan SVO menyatakan pada malam sebelum ia diamankan, SVO mengaku tertidur di sekitaran Monkey Forest dalam keadaan mabuk hingga akhirnya dianggap mengganggu kamtibmas.
“Karena pendeportasian tidak dapat dilaksanakan pada kesempatan pertama, SNO dipindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar pada 14 September 2024 dan SVO pada 23 Oktober 2024 sambil menunggu proses pendeportasiannya,” jelasnya.
Pada kasus lainnya, dua orang WN Nigeria lainya juga dideportasi petugas Rudenim berselang sehari. IC (24) dan ISA (42) dideportasi karena melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
IC pria kelahiran tahun 2000 ini tiba di Indonesia pada bulan Juni 2021 melalui Bandara Soekarno-Hatta. Ia masuk menggunakan Visa On Arrival.
Selama di Jakarta, ia tinggal di sebuah apartemen di wilayah Cempaka Putih Jakarta Pusat. IC terjaring pada Maret 2023 sebuah kegiatan pengawasan keimigrasian oleh Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Jakarta Pusat
Sementara ISA pertama kali datang ke Indonesia pada bulan Oktober 2023 menggunakan visa kunjungan melalui bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Setelah beberapa hari di Bali, ISA terjaring patroli keimigrasian dan diketahui bahwa yang bersangkutan melakukan praktik penipuan online. (M-003)