JAKARTA,MENITINI.COM – Menjelang Musyawarah Nasional (Munas) pemilihan Ketua Umum DPP Partai Golkar periode 2019-2024 persaingan politik di internal partai berlambang Pohon Beringin mulai panas. Berbagai kalangan termasuk lembaga survei ETOS Institute pun ikut berbicara soal peluang para kandidat calon yang bakal ikut bertarung merebut kursi Ketua Umum. Ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartarto memang berpeluang maju mencalonkan dirinya kembali.
Meski demikian, tidak mudah bagi Airlangga bersaing dengan rival kader-kader Golkar lainnya. Ada sejumlah masalah yang dihadapinya sehingga akan berpengaruh terhadap dukungan menuju kursi Ketum lagi. “Banyak publik beranggapan Airlangga seolah tak percaya diri akan dapat dukungan dari presiden untuk maju di munas Partai Golkar tahun ini. Pra munas partai Golkar rupanya juga merambat ke segala sisi Ketum Partai Golkar Airlangga sehingga hal tersebut menjadi pertimbangan dari dukungan,” kata Iskandarsyah wartawan MENITINI.COM, Senin (22/7/2019).Â
Direktur Eksekutif ETOS Indonesia Institute Iskandarsyah menilai, merosotnya
suara partai Golkar dari pemilu ke pemilu pasca reformasi adalah peran serta
dan tanggung jawab para ketum, bukan hanya Airlangga tapi juga
sebelum-sebelumnya pun harus diakui itu, supaya sama-sama melihat hal ini
secara objektif.
Jadi, isu-isu strategis dan kebijakan-kebijakan Ketum partai juga sangat
dominan dalam pertarungan menuju senayan. Ini kerja kolektif para calon
legislatif menuju senayan, tapi peran serta Ketum dalam hal ini sangat
dominan dan kuat. “Saya melihat Mas Airlangga bukan cuma gagal
mengkonsolidasikan partainya, tapi juga gagal sebagai pembantu presiden, menterinya
pak Jokowi,” beber Iskandarsyah.
Industri baja rontok, industri semen juga terancam gulung tikar.
Bagi ETOS Institute, masalah didalam Krakatau Stell serta semen import dari China juga menjadi tanggung jawabnya. Jadi bukan perkara mudah  menyelesaikan perkara ini karen berkorelasi dengan kebijakan atau regulasi menteri nya.
“Jadi saya simpulkan Mas Airlangga harus legowo apabila memang merasa gagal. Alasannya, pertama gagal menjadi Ketum partai Golkar. Kedua, gagal mengatur institusi nya yaitu sebagai menteri di Departemen yang dimpimpinnya,”tutup Iskandarsyah. domi lewuk.