JAKARTA,MENITINI.COM-Tim Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi menetapkan AM (40 th) yang beralamat di Tomoni Kabupaten Luwu Timur dan NS (52 th) yang beralamat di Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan sebagai tersangka kasus perambahan hutan di Kabupaten Luwu Timur pada Jumat (28/7/2023).
Dilansir laman Kemen LHK Senin (31/7/2023), Kejadian bermula dari informasi masyarakat bahwa ada pembukaan atau pengolahan lahan tanpa izin untuk dijadikan kebun sawit yang diduga masuk dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT). Dari informasi ini, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi membentuk tim operasi untuk melakukan penindakan pengamanan dan perlindungan hutan di Kabupaten Luwu Timur.
Pada tanggal 18 Juni 2023, tim operasi Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi menemukan 1 (satu) unit Eksavator Merk Komatsu PC 200 warna kuning di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang diduga telah digunakan untuk membuka dan mengolah lahan menjadi kebun sawit. Luas lahan yang telah terbuka di sekitar lokasi tersebut sudah mencapai ratusan hektar yang diduga akan terus bertambah untuk dijadikan kebun sawit, sehingga tim operasi mengamankan Eksavator tersebut dan mencari tahu siapa pemilik lahan dan pemilik eksavator tersebut.
Dari hasil pencarian dan penyelidikan, tim memperoleh data dan informasi bahwa AM mengaku sebagai pemilik lahan/pemodal dan NS sebagai penanggungjawab lapangan. Selanjutnya tim menyerahkan para pelaku ke penyidik untuk dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket). Dari hasil pulbaket ini kemudian penyidik meningkatkan ke proses penyidikan dan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan saksi, ahli dan melakukan olah TKP (tempat kejadian perkara). Penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka dan melakukan penangkapan dan penahanan serta menitipkan tersangka di Rumah Tahanan Polres Luwu Timur.
Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi menjerat AM dan NS karena diduga telah melakukan tindak pidana kehutanan berupa mengerjakan, dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah pada paragraf 4 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf ”a” Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana paling tinggi 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 7.500.000.000,- (tujuh miliar lima ratus ribu rupiah).
Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun mengapresiasi kinerja cepat Tim Penyidik dan Anggota SPORC Brigade Anoa Makassar dalam menangani proses kasus ini, sehingga dapat berjalan dengan baik. “Selanjutnya kami akan melakukan pemberkasan dan segera menyampaikan berkas perkara tersebut ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk dilakukan tindak lanjutnya,” ujar Aswin. (M-011)
- Editor: Daton
Berita Lainnya:
- Di KTT G20 Brasil, Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Indonesia pada Pembangunan Berkelanjutan dan Transisi Energi
- ‘Green Election’ di Jembrana, Tanam Ratusan Pohon di Kawasan Mertasari
- Tim BPK RI Perwakilan Bali Lakukan Entry Meeting Pengelolaan Sampah di Badung
- Film 17 Surat Cinta Ungkap Deforestasi Brutal di Kawasan Konservasi
- Presiden Prabowo akan Kumpulkan Pejabat Daerah untuk Bahas Lingkungan, ada Pesan Khusus untuk Bali
Berita Terkait
- Panas Bumi Dinilai Sebagai Sumber Energi Paling Efisien, Ini yang Disiapkan Pertamina Geothermal Ene...
- Sebanyak 15 Personel Pendam Brawijaya Dikirim di Bantaran Sungai Kedurus
- DPR Minta KLHK Tindaklanjuti Aduan Masyarakat tentang Pengelolaan Limbah PT Biota Laut Ganggang
- Bhakti Rahayu Group Bersama IKA Foundation, Gelar Aksi Sosial Pembagian Benih Kelapa dan Tebar Benih...