DENPASAR, MENITINI.COM – Manisnya gula memang sangat menggoda. Jarang sekali kita temui makanan yang tanpa gula saat ini. Saking favoritnya, muncul alternatif yang mengklaim menggunakan gula sehat baik yang alami maupun artifisial. Tetapi apakah klaim ini membuat perbedaan signifikan terhadap kesehatan kita?
Faktanya, populasi di Amerika Serikat mengonsumsi lebih dari 17 sendok teh gula tambahan setiap hari. Angka ini jauh melebihi rekomendasi asupan gula 9 sendok teh untuk pria dan 6 sendok teh untuk wanita per harinya. Bagaimana dengan Indonesia ya yang sedikit-sedikit es teh manis? Mari kita ulas satu persatu faktanya!
Konsep Gula Alami
Hampir semua bahan makanan mengandung gula. Apakah senyawa gula sederhana maupun kompleks. Gula alami sederhana banyak kita temukan dalam buah segar dan susu. Sedangkan gula tambahan wujudnya berupa sirup jagung fruktosa tinggi dan gula meja. Jangan sampai terkecoh! Madu, nektar, dan sirup maple mungkin terkesan alami, namun terhitung sebagai gula tambahan.
Untuk memudahkan pemahaman Anda, gula alami adalah yang berasal dari makanan itu sendiri. Walaup madu, sirup maple dan nektar adalah tambahan, sifat mereka hanya sedikit lebih baik dari gula alami. Pembeda pokoknya adalah pada indeks glikemik yang lebih rendah dan adanya kandungan vitamin dan mineral. Sayangnya, keunggulan tersebut tidak cukup mengurangi resiko kesehatan akibat gula. Hal ini sudah dikonfirmasi oleh salah satu pakar nutrisi, jadi bukan hanya isapan jempol belaka ya,
Gula Sehat Tetaplah Gula
Gula alami seringkali menjadi primadona kesehatan. Berbeda dengan gula meja yang selalu menjadi kambing hitam. Contoh sederhananya nektar Agave yang akhir-akhir ini naik daun. Pemanis ini diklaim lebih sehat karena tingkat manisnya 1,5 kali lipat dibandingkan gula. Jadi dari segi asupan harian, kita tidak perlu menambahkan terlalu banyak takaran sendok.
Madu dan nektar seringkali dianggap menyehatkan karena sifat antioksidan dan anti inflamasinya. Hal ini tidak luput dari sejarah panjang penggunaan madu dan nektar dalam sejarah. Namun penelitian pada tahun 2015 menunjukkan bahwa madu, gula tebu, dan sirup jagung fruktosa tinggi memiliki efek serupa terhadap gula darah dan proses peradangan dalam tubuh. Jadi lebih baik atau tidaknya memang tergantung konteksnya. Apakah dalam bentuk alami atau tambahan, tetap saja gula sehat adalah kategori gula.
Pilih Gula Alami, bukan Gula Sehat
Meskipun pedoman nutrisi menyarankan untuk membatasi gula tambahan, bukan berarti Anda harus menghilangkan semua gula dari makanan Anda. Semua gula tidak diciptakan sama. Untuk pola makan yang lebih sehat, penting untuk meminimalkan asupan gula tambahan yang biasa ditemukan dalam makanan olahan. Daripada mengikuti diet tanpa gula, fokuslah untuk menikmati sumber gula yang lebih sehat. Jadikan buah-buahan sebagai sumber utama.
Sirup gula dapat diserap dan dimetabolisme dengan cepat. Buktinya kadang kita merasa kurang manis dibanding menambahkan gula meja. Akhirnya rentan menyebabkan lonjakan kadar gula darah. Berbeda dengan gula dalam buah utuh dapat dicerna dan diserap lebih lambat, sehingga menyebabkan kenaikan gula darah lebih ringan.
Diet tanpa gula juga bukan berarti yang terbaik. Menghilangkan semua asupan gula juga berarti mengurangi karbohidrat sehat yang digunakan tubuh Anda untuk energi. Biji-bijian utuh, buah-buahan, dan sayuran merupakan sumber karbohidrat yang menyehatkan. Berikutnya akan dipecah oleh tubuh menjadi glukosa sebagai sumber energi harian. Jika tubuh Anda tidak memiliki akses terhadap karbohidrat, maka tubuh akan menggunakan lemak dan protein, yang dapat membahayakan dalam jangka panjang.
Kesimpulannya, apa yang merupakan opsi paling sehat adalah sesuatu paling alami. Namun, bukan berarti semua gula sehat adalah produk yang buruk. Kita tidak perlu berfokus menyalahkan gula dan strategi pemasaran gula sehat. Lebih kepada introspeksi pada penggunaan harian dan diet sesuai kebutuhan usia dan aktivitas kita. (M-010)