DENPASAR, MENITINI-Para General Manajer (GM) dari berbagai hotel di Bali menggelar diskusi meja bundar. Mereka berasal dari berbagai hotel berbintang di Bali yang tergabung dalam Bali Hotel Association (BHA).
Diskusi meja bundar digelar di Trans Hotel Bali beberapa hari yang lalu. Berbagai persoalan dibahas, terutama soal pasar hotel di Bali pasca pandemi Covid19, kondisi terkini hotel berbintang yang mangkrak karena biaya perawatan yang nihil serta upaya yang akan dilakukan ke depannya. Persoalan lain yang dibahas adalah tingginya harga tiket pesawat baik penerbangan domestik maupun mancanegara yang juga berdampak sangat signifikan terhadap tamu hotel di Bali.
Ketua BHA Fransiska Handoko saat dikonfirmasi membenarkan jika para GM hotel di Bali bertemu dalam diskusi meja bundar. “Benar ada diskusi itu. Kita bertemu, saling berbagi pengalaman dan informasi, peluang dan tantangan, pasca pandemi Covid19 dan pasca pembukaan penerbangan ke Indonesia dengan bebas visa kunjungan,” ujarnya, Rabu (3/8/2022).
Ia mengatakan, pasca pasar hotel mulai ramai, tidak serta-merta bisa memulihkan kondisi yang selama ini sudah dua tahun vakum tak berpenghuni. Banyak biaya maintenance yang harus dikeluarkan dengan jumlah yang tidak sedikit, sementara jumlah dan tingkat kunjungan belum pulih benar sebab masih fluktuatif. “Kami masih harus survives (bertahan). Jadi kalau kita bicara data, kedatangan internasional itu sampai akhir tahun ini rata-rata baru mencapai 12 persen dari saat 2019,” katanya.
Dalam diskusi meja bundar tersebut, ada banyak keluhan dan curhat dari para GM Hotel. Saat ini salah satu organisasi yang mewadahi hotel-hotel di Bali itu masih berharap lebih banyak lagi penerbangan menuju Bali, tak hanya internasional namun mereka berharap besar pula pada sektor domestik.
“Domestik kita tahu kalau mereka datang saat liburan jadi tergantung musim, sedangkan internasional masih terus ke arah membaik kedatangannya, jadi kalau bisa keduanya membaik maka kondisi akan lebih cepat pulih,” ujar Fransiska kepada media.
Dari hasil diskusi meja bundar BHA yang diikuti para GM dari 154 hotel yang tergabung, saat ini yang menjadi kendala paling utama selain membutuhkan lebih banyak tamu adalah soal pengeluaran yang tidak bisa terbendung. “Saya rasa kami belum mendapat keuntungan karena pengeluaran dan pemasukan belum berimbang. Pengeluarannya naik dengan harga bensin dan LPG naik, otomatis transportasi yang membawa beras atau segala macam kan juga naik pengeluarannya,” katanya. Akibatnya, hingga saat ini sekalipun kelihatan tamu banyak, tetapi keuntungan belum bisa diraih karena terlalu banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk perbaikan hotel.
Sementara itu Country Manager for Indonesia Cross Hotels& Resorts, Evan Burns bahkan menyebut saat ini hotel belum dapat memasang harga normal.
Evan menyebut, regulasi pemerintah Indonesia seperti mendukung layanan Visa On Arrival (VoA) yang terus bertambah memberi keuntungan bagi pihaknya, namun dirinya masih terus berharap kebijakan tersebut meluas. Salah satunya perluasan bebas visa di luar negara Asean. “Ada banyak keluhan dan permintaan. Misalnya, soal kemudahan dan insentif bagi maskapai, sekaligus harapan para pejabat hotel agar kenaikan harga seperti listrik ditunda untuk Bali,” ujarnya.
Selain membahas bagaimana pelaku bisnis perhotelan di Bali mengadaptasi strategi pasar terhadap wisatawan selama pandemi ketika minimnya wisatawan internasional, mereka juga membahas strategi dalam menyambut kembali wisatawan khususnya internasional. BHA juga secara berkala memperbaharui informasi guna menyesuaikan dengan aturan di Pulau Dewata maupun Indonesia. Salah satunya, regulasi perjalanan yang kerap berganti, yang menjadi tantangan bagi pelaku industri pariwisata. “Seperti yang sekarang, tamu internasional yang datang ke bali mengikuti aturan soal vaksin satu atau dua, tapi ketika mereka datang ke sini untuk berkeliling domestik, maka mereka sekarang harus tahu kalau wajib mengikuti regulasi domestik seperti vaksinasi,” katanya. M-006