Karena itu, ia sekaligus mempertanyakan di mana keberpihakan pemerintah sebagai regulator untuk mengatur supply and demand ketersediaan minyak goreng di masyarakat. “Jadi, bukan berarti hilirisasi sawit tidak berarti. Tapi tetap ada kebutuhan masyarakat yang harus kita perhatikan,” tambah Diah.
Karena itu, terkait hilirisasi tidak hanya terkait dengan jumlah Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki, tapi juga tergantung kesiapan sarana-prasarana atau manufaktur yang akan mengolah di sisi hilir tersebut untuk menghasilkan nilai tambah. Sejauh ini, menurut Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI tersebut, hilirisasi yang baru bisa dioptimalkan baru sebatas pada proses smelter.
Barang tambang yang telah melalui proses pengolahan tersebut langsung diekspor, tanpa diolah kembali secara lebih lanjut. “Karena itu, hilirisasi ke produk industri yang lebih jauh lagi ini menjadi tantangan di Kemenperin yang harus kita dorong,” ujar legislator dapil Jawa Barat II tersebut.