Rabu, 23 Oktober, 2024

Ikon Jakarta Fashion Week 2023, Dobrak Definisi ‘Cantik’ yang Toksik

(Foto: ist)

Berangkat dari isu tersebut, JFW mengambil keberagaman atau diversity sebagai prinsip dalam pelaksanaanya, termasuk dalam keputusan memilih Jacey serta Viknes sebagai ikon. “Kalau sebelumnya kulit putih atau Kaukasian selalu dianggap lebih baik, JFW mau mendobrak stigma tersebut,” ujar Dika. 

Ia menambahkan, “Statement JFW adalah bahwa orang  Indonesia itu beragam, baik dari warna kulit, rambut, dan bentuk tubuhnya. Representasinya di setiap finalis itu ada. Jadi, kami ingin tetap menjaga identitas kita bahwa di Indonesia itu semua (bentuk kecantikan) ada.”

Penuhi Permintaan Global: Apakah Hanya Sekedar Tren Sesaat?

Menurut Dika, semangat keberagaman yang dibawa oleh JFW ini linier dengan permintaan global. Industri mode dan modeling saat ini memang sudah lebih banyak menampilkan keberagaman. Laporan dari The Fashion Spot menunjukkan bahwa gelaran fashion untuk koleksi spring 2022 dari New York, London, Paris, dan Milan menunjukkan peningkatan dalam unsur keberagaman ras, representasi gender, dan ukuran tubuh. Sebanyak 48% dari seluruh penampilan di catwalk diisi oleh model berwarna dengan jumlah terbanyak ditempati oleh New York Fashion Week Spring 2022. Jumlah tersebut meningkat secara konsisten dari tahun-tahun sebelumnya. 

Dengan situasi tersebut, jebolan JFW dengan karakter fisik Indonesia yang beragam telah mampu memasuki industri model dan modeling yang sesuai dengan selera pasar global. Mereka berhasil menunjukkan kapasitas mereka untuk berkiprah di catwalk internasional. Salah satunya adalah Rizal Rama yang berjalan di Fendi Menswear Fall 2022 di Milan Menswear Fashion Week serta menjadi First Face dari desainer Woo Young-mi asal Korea di Paris pada Januari 2022 ini. Ada juga Raihan Fahrizal yang menjadi model Indonesia pertama di fashion show (virtual) koleksi menswear Yves Saint Laurent. Ia juga pernah menjadi model fashion show Paul Smith di Paris Menswear Fashion Week untuk koleksi Fall/Winter 2022-2023.

Dika menilai bahwa standar untuk pemilihan JFW Icons ini memang disesuaikan dengan permintaan global dalam industri mode dan modeling. “JFW ini banyak jadi batu loncatan bagi para finalis hingga akhirnya mereka bisa berkarier di luar negeri. Dan, mereka bisa bertahan di industri ini,” ujarnya. 

Nah, apakah dengan mengikuti permintaan pasar global tersebut akan berarti bahwa keberagaman ini hanya akan menjadi tren sesaat? Wajah blasteran pernah sangat laku di industri hiburan tanah air dan kemudian sempat digeser oleh wajah oriental setelah meledaknya drama populer Taiwan seperti Meteor Garden, serta dominasi kecantikan yang berpusat pada Korea belakangan. 

Dengan lugas Dika mengatakan, “JFW sudah secara konsisten membawa pesan keberagaman dan ke depannya akan seperti itu. Industri kita ini ingin secara aktif menunjukkan bahwa Indonesia itu beragam. Ada yang secara fisik Indonesia sekali. Lalu memang ada yang oriental juga, karena secara fakta itu memang ada di Indonesia. Ada juga yang berkulit lebih gelap.” 

Harapannya, dobrakan yang telah dilakukan oleh JFW ini akan menjadi embrio yang bisa menyebar lebih luas dalam mengampanyekan keberagaman di setiap lapisan masyarakat.  Gerakan keberagaman dalam industri modeling yang diprakarsai oleh JFW ini akan terlalu berharga bila hanya menjadi tren sesaat lalu hilang.

Tak hanya bicara soal keberagaman dalam hal fisik, Dika yang juga fashion designer ini mengatakan, “Di saat yang bersamaan, JFW ingin menyampaikan pesan bahwa karakter dan keunikan itu harus dirangkul. Yang penting kita tahu kelebihan kita dan bisa mengoptimalkan kelebihan tersebut. Jadi, selamat mengeksplor diri dan menemukan kekuatan karakter dan terus mempertajam serta mengolah kelebihan yang dimiliki.” (rl/M-011)