Senin dini hari 5 April 2021 imam sulung Bali sekaligus imam pertama Keuskupan Denpasar (Bali-NTB) mengakhiri semua pengabdiannya. Pater Sevasius Subhaga,SVD yang akrab disapa Romo Subhaga itu meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Wangaya Denpasar. Kepergiannya beberapa jam setelah perayaan paskah kebangkitan Tuhan meninggalkan duka mendalam dari umat paroki Santo Yoseph Denpasar. Pastor Servas Subhaga,SVD dirawat di RSU Wangaya sejak seusai merayakan ulang tahunnya ke-83 pada 23 Maret 2021 lalu.
Lahir di Tuka 23 Maret 1938 dari pasutri Hindu Dharma ibu Ni Made Rente dan bapak I Wayan Gulis, Pater Servas seolah dikehendaki Tuhan menjadi “anak sulung” di ladang panggilan imamat. Kisah kelahiran Pater Servas pun membuat kita terhentak sebab ternyata Pater Servas harus “dibuang” agar tetap hidup. Dan justru Tuhan memungut dan menjadikannya anak sulung di ladang anggur Keuskupan Denpasar (Bali-NTB).
Kisah yang benar-benar terjadi, pasutri ibu Ni Made Rente dan bapak I Wayan Gulis dikaruniakan anak pertama namun meninggal dunia. Anak kedua juga meninggal dunia. Pasutri ibu Ni Made Rente dan bapak I Wayan Gulis pun bingung menghadapi “misteri kasih karunia Tuhan” ini.
Ketika ada tanda-tanda akan lahir anak ketiga, pasutri ibu Ni Made Rente dan bapak I Wayan Gulis bertanya kepada orang pintar, bagaimana nasib anak ketiga yang akan segera lahir. Jawaban “kenabian” pun didapatkan yakni anakmu yang ketiga juga akan mati setelah lahir kalau tidak diruat dengan upacara besar atau dipuput oleh seorang pedanda. Upacara semacam itu memerlukan dana yang besar.
Pasutri Ni Made Rente dan I Nyoman Gulis menyampaikan kekhawatiran mereka pada tetangga yang sudah katolik yakni Pan Paulus atau I Made Tangkeng. Pan Paulus menyarankan agar secara adat membuang anak yang dilahirkan di perempatan jalan agar Tuhan memungut sebagai anak-Nya.
Ketika tanggal 23 Maret 1938 anak ketiga itu lahir, orang tuanya mengikuti saran Pan Paulus. Anak itu dibuang secara adat di pertigaan dusun Batulumbung lalu dipungut oleh Pan Paulus. Kemudian Pan Paulus meminta Pater Simon Bois,SVD membaptisnya dengan nama Servasius. Anak ketiga itu menyandang nama Servasius I Nyoman Rongsong, tumbuh sehat.
Ia masuk Sekolah Dasar (Sekolah Rakyat) di Untal-Untal Gaji dan saat kelas IV pindah ke Sekolah Rakyat Tuka. Kenangan di masa Sekolah Rakyat dulu bagi Pater Servas adalah bahwa ia aktif di putra altar dan sering diajak pater Jan Kersten,SVD dan Pater C.Van Iersel,SVD mengunjungi orang kusta di Munggu, Padang Galak, Antosari, Kalianget Singaraja. Pater Servas mengaku sangat terpesona dengan karya para misionaris SVD kala itu.
Menjelang tamat sekolah rakyat pater Servas memberanikan diri bertanya kepada para misionaris SVD itu, apakah dirinya boleh menjadi pastor? Jawabannya adalah “Boleh”. Pater Servas lalu minta ijin kepada ibunya, yang kemudian terdiam. Setelah satu hari baru ibunya bertanya: Nak apakah kamu sudah pikir, tidak ada orang Bali jadi Pastor, berani tanggung segala akibatnya? Kalau kamu berani silahkan, ibu tidak berkeberatan.
Pater C Van Iersel,SVD kemudian mencarikan donatur dari Propaganda Fide lalu Mgr. Hubertus Hermens,SVD, Prefektur Apostolik Denpasar mengirim Servas ke Mataloko, Ngada Flores.Itu terjadi pada tahun 1952. Sepuluh bulan belajar di Seminari St. Yohanes Berhmans Todabelu, Servas kemudian ditarik ke Bali karena Pater Nobert Shadeg,SVD mendirikan Seminari Roh Kudus. Servas belajar di seminari Roh Kudus itu tahun 1953-1955.
Tahun 1955 sampai 1962 Pater Servas melanjutkan pendidikan ke Seminari Menengah Mertoyudan Magelang Jawa Tengah. Lalu tahun 1961 sampai 1963 menjalani tahun novisiat di Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero Maumere dan mengucapkan kaul pertama pada 15 Agustus 1963. Ia belajar filsafat dan teologi di STFK Santo Paulus Ledalero dari 1963 sampai 1968 dan mengucapkan kaul kekal pada 15 Agustus 1968.
Tanggal 9 Juli 1969 Pater Servas ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Denpasar waktu itu Mgr. Dr. Paulus Sani Kleden,SVD. Ia memilih motto: “Seorang imam dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa”.
Sesudah ditahbiskan menjadi imam Pater Servas dianjurkan oleh sesepuh bapak Johanes Maria Cokorda Oka Sudharsana agar mengganti nama menjadi Servatius I Nyoman Subhaga, SVD yang selanjutnya kini kita kenal sebagai Pater Servatius Subhaga,SVD.
Pater Servatius Subhaga,SVD mulai karya pastoral di Paroki Hati Kudus Yesus Palasari tahun 1970-1973. Kemudian melanjutkan pendidikan dalam bidang katekese di kota Gudeg Yogyakarta dari 1973 sampai 1976 sambil membantu di Paroki Kidul Loji Panembahan Senopati belajar cara romo-romo Serikat Yesus melayani pastoral paroki.
Tahun 1976 Pater Servas kembali ke Denpasar dan berkarya di Paroki Santo Yoseph Denpasar sampai sekarang ini. Pater Servas mengakui, untuk mewujudkan amanat Yesus maka pastoral yang ia tempuh adalah mewujudkan tujuan pastoral Koinonia: Membentuk satu kawanan domba, satu gembala, keluarga Allah, Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik, apostolik.
Tujuan pastoral diakonia (pelayanan): dalam kerygma, katekese, liturgi, paemenik (peneguhan iman umat). Lebih-lebih umat diajak mengalami kasih karunia Tuhan yang amat berlimpah-limpah, dalam penghayatan Sakramen Ekaristi Kudus yang jadi pusat hidup dalam pelayanan dan juga tujuan hidup yaitu perjamuan surgawi.
Begitu besar jasa Pater Servasius Subhaga,SVD bagi pertumbuhan iman katolik di pulau Bali. Sebagai pastor paroki Santu Yoseph Denpasar sejak tahun 1976 beliau harus mengemban tugas pelayanan kepada umat yang berdomisili di wilayah Bali Timur sebab saat itu wilayah Paroki Santo Yoseph meliputi Kota Denpasar, Gianyar, Klungkung, Karangasem dan wilayah Badung selatan.
Pater Subhaga,SVD tercatat sebagai imam yang turut serta merintis berdirinya paroki-paroki baru antara lain Paroki Katedral Denpasar, Paroki St. Petrus Monang Maning, Paroki Santo Fransiskus Xaverius Tuban Kuta, Paroki Gianyar, Stasi Klungkung dan Karangasem. Untuk rentang beberapa tahun ia secara konsisten mengunjungi umat di wilayah-wilayah tersebut.
Karya monumental Pater Drs. Servas Subhaga, SVD yang ia wariskan untuk umat Paroki Santo Yoseph adalah Gereja Yesus Gembala Yang Baik Ubung. Gereja dengan gaya arsitektur sarat budaya Bali ini dibangun dengan ide-ide yang mengalir dari diri Pater Subhaga baik sebagai imam maupun sebagai seorang seniman dan budayawan. Karya monumental lainnya adalah pembangunan Griya Bhakti Pastoral yang terletak di kompleks Gereja Yesus Gembala Yang Baik Ubung. Griya Bhakti Pastoral ini dilengkapi dengan berbagai sarana aula pertemuan, ruang adorasi dan gua Maria.
Romo Subhaga,SVD telah menapaki jalan panggilan imamatnya hampir selama 52 tahun. Selasa 23 Maret 2021 lalu Romo Subhaga,SVD merayakan ulang tahunnya yang terakhir di usia 83 tahun. Sebelumnya 9 Juli 2019 Romo Subhaga, SVD bersyukur atas kesetiaan 50 tahun imamat yang dirayakan secara istimewa.
Segala jasa dan pengabdiannya ini akan terus dikenang umat Paroki Santo Yoseph yang ia gembalakan sejak 1976 sampai 2017 sebagai Pastor Paroki dan tahun 2017 sampai akhir hayat sebaai Pastor Rekan. Ungkapan yang selalu ia dengungkan di ulang kelahiran maupun ulang tahun tahbisan adalah: Cukuplah Kasih Karunia-Ku Bagimu. Selamat jalan Pater Servas. Doa kami mengiringi perjalananmu ke surge abadi.
Oleh: Agust G Thuru
Penulis Buku Kenangan 50 Tahun Imamat Pater Servas Subhaga,SVD