Jumat, 22 November, 2024

Overstay 866 Hari, Kakak Beradik Asal Maroko Dideportasi

Petugas sedang mengawal deportasi dua WN asal Maroko di Bandara Ngurah Rai Bali, Selasa (2/8/2022).
Petugas sedang mengawal deportasi dua WN asal Maroko di Bandara Ngurah Rai Bali, Selasa (2/8/2022). (foto:M-006)

DENPASAR, MENITINI-Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Bali melalui Detensi Imigrasi Denpasar melakukan deportasi dua warga negara Maroko berinisial ZO (37) dan MO (41). Dua wanita kakak beradik ini dideportasi karena diketahui telah overstay selama 866 hari. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kakanwil Kemenkumham) Bali Anggiat Napitupulu mengatakan, kedua adik-kakak tersebut dideportasi sebagaimana dimaksud Pasal 78 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Dalam ketentuan Pasal 78 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian menyebutkan bahwa Orang Asing pemegang Izin Tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam Wilayah Indonesia lebih dari 60 (enam puluh) hari dari batas waktu Izin Tinggal dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dan Penangkalan. “Sehingga dalam hal ini imigrasi melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian berupa pendeportasian kepada WNA kelahiran Khenifra – Maroko tersebut,” ujarnya.

Diketahui sebelumnya, pada 27 November 2019 silam, keduanya tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta dari Casablanca, Maroko yang transit sebelumnya di Istanbul, Turki dengan menggunakan Bebas Visa Kunjungan (BVK). Tujuan kedua wanita asal Negeri Maghribi tersebut pergi ke Indonesia yaitu untuk berlibur. BVK itu sendiri berlaku selama 30 hari, dan sejak kedatangan mereka hingga berakhirnya masa berlaku izin tinggal tersebut yaitu tanggal 26 Desember 2019 yang bersangkutan tidak meninggalkan wilayah Indonesia. Keduanya mengaku tidak kembali ke Maroko karena menurut informasi dari ibu mereka bahwa penerbangan internasional di sana telah ditutup karena Pandemi Covid-19.

Berdasarkan hal tersebut mereka berdalih untuk tetap tinggal di Indonesia sampai penerbangan internasional di Maroko telah dibuka dengan diberikan uang bulanan dari orang tuanya. Selain itu mereka beralasan tidak mengetahui informasi bahwa dalam masa Pandemi Covid-19 pemegang BVK harus melakukan perpanjangan secara onshore di kantor imigrasi setempat agar mendapat perpanjangan izin tinggal, sehingga atas kelalaiannya tersebut berdasarkan pemeriksaan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai pada 10 Mei 2022 mereka dinyatakan overstay lebih dari 60 hari.

“Walaupun ia berdalih hal tersebut adalah karena kealpaannya, imigrasi tetap dapat melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian yang sejalan dengan asas ignorantia legis neminem excusat (ketidaktahuan akan hukum tidak membenarkan siapa pun, red.)” urainya Anggiat. Selanjutnya dikarenakan pendeportasian belum dapat dilakukan dan masa berlaku dokumen perjalanan mereka sudah habis maka Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai menyerahkan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar pada 23 Mei 2022 untuk didetensi dan diupayakan pendeportasiannya lebih lanjut.

Kepala Rudenim Denpasar Babay Baenullah mengatakan, setelah MO dan ZO didetensi selama 71 hari dan pihaknya telah mengupayakan koordinasi dalam penerbitan Laisses-Passer (dokumen perjalanan sementara pengganti paspor-red) dengan Kedubes Maroko di Jakarta serta siapnya administrasi, akhirnya keduanya dideportasi dengan terlebih dahulu melakukan PCR test dengan hasil negatif sehingga dapat dilakukan pendeportasian sesuai dengan jadwal.

Menggunakan maskapai Saudia Airlines, MO dan ZO diterbangkan melalui bandara Internasional Soekarno Hatta pada pukul 19.05 WIB, dengan nomor penerbangan SV819 tujuan Jakarta (CGK) – Jeddah (JED), dilanjutkan dengan SV377 Jeddah (JED) – Casablanca (CMN). Tiga petugas Rudenim Denpasar mengawal dengan ketat dari Bali sampai ia dideportasi. MO dan ZO yang telah dideportasi akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi.

“Setelah kami melaporkan pendeportasian, keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” tutup Anggiat. M-006