DENPASAR,MENITINI.COM- Pemerintah Provinsi Bali kembali menunjukkan komitmennya dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. Salah satu poin penting dari kebijakan ini adalah larangan bagi pelaku usaha untuk memproduksi air minum kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari 1 liter.
Plt. Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Rentin, dalam keterangannya kepada media pada Minggu (13/4/2025) di Denpasar, menjelaskan bahwa larangan ini selaras dengan kebijakan nasional, khususnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 75 Tahun 2019. Permen tersebut menetapkan peta jalan pengurangan sampah oleh produsen dari tahun 2020 hingga 2029, dengan target penurunan sampah sebesar 30 persen dibandingkan timbulan sampah tahun 2029.
“Larangan ini bukan semata kebijakan daerah, tetapi merupakan langkah konkret menjalankan amanat Permen LHK sekaligus mendukung tujuan pemerintah pusat dalam pengurangan sampah dari sumbernya,” kata Rentin.
Ia menambahkan, Permen LHK No.75/2019 merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan diperkuat oleh Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2012. Intinya, produsen diwajibkan untuk bertanggung jawab atas kemasan dan produk yang sulit terurai secara alami.
Dalam lampiran Permen LHK tersebut, disebutkan bahwa produsen diwajibkan membatasi kemasan berbahan plastik jenis Polyethylene (PE) dan Polyethylene terephthalate (PET), dengan volume minimum satu liter untuk produk minuman. Hal ini merupakan bagian dari strategi pengurangan timbulan sampah di tahap awal.
“Upaya ini adalah langkah awal agar produsen mulai membatasi penggunaan kemasan yang sulit terurai dan beralih ke desain produk yang lebih ramah lingkungan,” ujar Rentin.
Lebih lanjut, Rentin menegaskan bahwa Pemprov Bali secara aktif mendukung transformasi perilaku masyarakat dari penggunaan plastik sekali pakai ke penggunaan wadah minum yang dapat digunakan ulang, seperti tumbler. Tak hanya itu, pelaku industri juga didorong untuk menerapkan prinsip Extended Producer Responsibility (EPR) atau tanggung jawab produsen yang diperluas hingga ke tahap pasca konsumsi.
“Ini bukan hanya soal sampah, tetapi soal membentuk karakter masyarakat dan dunia usaha yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan,” pungkasnya. (M-011)
- Editor: Daton