DENPASAR, MENITINI.COM, Kebijakan Gubernur Bali I Wayan Koster terhadap pelarangan botol kemasan air minum dalam kemasan (AMDK) berukuran di bawah 1 liter menuai beragam respons publik. Salah satu yang cukup menjadi sorotan datang dari warganet yang mempertanyakan kesiapan dan dampak kebijakan tersebut terhadap berbagai elemen masyarakat.
Dalam unggahan di media sosial Facebook, seorang warganet dengan akun emanueldewataoja.edo menilai kebijakan itu sebagai langkah yang ekstrem. Ia mempertanyakan apakah Pemerintah Provinsi Bali sudah pernah melakukan simulasi atau uji coba kebijakan ini dalam skala besar.

“Apakah Pemprov Bali sudah pernah lakukan simulasi, atau uji coba misalnya dalam acara-acara besar yang melibatkan ratusan orang, lantas semua masing-masing membawa air dengan tumbler?” tulis warganet tersebut.
Ia juga mengangkat isu keberlanjutan ekosistem ekonomi yang selama ini bergantung pada botol plastik ukuran kecil, termasuk pemulung dan produsen. Menurutnya, alih teknologi dan skema transisi seharusnya menjadi bagian dari strategi pelaksanaan kebijakan.
“Apakah elemen-elemen terkait dalam mata rantai penggunaan kemasan botol plastik sudah punya skema yang sejalan dengan larangan Gubernur Koster? Misalnya proses alih teknologi oleh produsen, kehilangan mata pencaharian pemulung, perlakuan adil terhadap semua minuman kemasan botol plastik?” sambungnya.
Postingan tersebut juga diwarnai dengan banyak komenter dari warganet lainnya. Salah satu komenter yang ditulis akun Leksi Mambur mengatakan: “Keliru ee kaka kok air minum yg disasar… Padahal 99% produk olahan kita dibungkus dengan plastik..bukan hanya air minum… Tapi “1001” produk kita dikemas dengan plastik. Mesti yg jadi fokus pa Gubernur adalah penanganan limbah atau sampah plastik, mendorong daur ulang sampah plastik, dan sebagainya”.

Hingga saat ini, Pemerintah Provinsi Bali melalui Peraturan Gubernur Nomor 97 Tahun 2018 dan langkah-langkah turunannya terus mendorong pengurangan plastik sekali pakai. Larangan terhadap AMDK ukuran kecil dinilai sebagai bentuk komitmen lanjutan untuk melindungi lingkungan Bali dari timbunan sampah plastik, khususnya yang berakhir di laut dan tempat pembuangan akhir.
Namun, suara publik seperti ini juga membuka ruang diskusi tentang perlunya transisi yang inklusif dan mempertimbangkan seluruh aspek sosial dan ekonomi. (M-011)
- Editor: Daton