Jumat, 22 November, 2024

Kehadiran UU Ciptakerja Memberi Tiga Keuntungan Untuk UMKM, Apa Itu?

Sejumlah narasumber saat menyampaikan materi secara daring
Sejumlah narasumber saat menyampaikan materi secara daring. (foto: M-003)

DENPASAR,MENITINI.COM- Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Arief Budimanta menyampaikan kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan memberi kemudahan, perlindungan serta pemberdayaan bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

“Jadi setidaknya ada tiga muatan itu di dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Pertama aspek kemudahan, kedua aspek pemberdayaan, dan ketiga aspek perlindungan,” kata Arif dalam diskusi online yang digelar Forum Merdeka Barat bertajuk “UU Cipta Kerja Tumbuhkan Pengusaha Muda dan UMKM” Senin (26/9/22).

Terkait aspek pemberdayaan, Arief menjelaskan, aturan turunan UU Cipta Kerja mengatur alokasi 40 persen bagi usaha mikro kecil dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Hal ini berlaku baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

“Kemudian, ada kewajiban atau fasilitas yang diberikan negara, dalam hal ini pemerintah, untuk pelatihan dan pendampingan serta penyediaan sistem sederhana yang terkait. Misalnya soal laporan keuangan bagi pelaku UMKM,” ujarnya.

Sementara terkait aspek perlindungan, Arif menyampaikan hal terkait dengan insentif, UU Cipta Kerja mengatur pemberlakuan pajak yang berbeda terhadap UMKM dibandingkan dengan kelas usaha yang lebih besar. Bagi usaha yang omzetnya kurang dari Rp5 miliar, akan mendapatkan pajak final serta tarif yang sangat rendah.

Selain itu, pada aspek pemberdayaan, pelaku UMKM dimudahkan dengan program kredit usaha rakyat yang bunganya sangat rendah yakni sekitar 6% pada saat ini. Tahun depan, lanjutnya, alokasi untuk kredit usaha akan menjadi Rp480 triliun sehingga bisa dimanfaatkan seluruh golongan pelaku UMKM.

Jumlah NIB Meningkat

Lebih lanjut, Arif menyampaikan hingga saat ini total Nomor Induk Berusaha (NIB) yang sudah diterbitkan mencapai 2.086.019. Jumlah ini dihitung per 25 September 2022. Dari total tersebut, lanjutnya, ada kurang lebih sekitar 868.555 atau 41,6% NIB merupakan usaha mikro kecil perseorangan. Dengan usia pelaku usaha rata-rata kurang dari 40 tahun.

“Jadi mereka pertama adalah di golongan usia yang produktif. Kemudian yang kedua boleh dikatakan pengusaha muda. Ini menunjukkan semangat kewirausahaan itu terus berkembang. Dan itu difasilitasi dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja ini,” bebernya.

Literasi Digital

Sementara itu, Zahra K.N. Murad Kepala UKM Center FEB UI mengapresiasi adanya UU Cipta Kerja untuk kemudahan bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Ia menyampaikan beberapa catatan dalam penerapan. Pertama, memperkuat kemitraan di sisi hulu dan hilir. Sebab potensi keberlanjutan kontrak dan sustainability baik perusahaan besar maupun UMK akan lebih besar. Selain itu, Zahra juga meminta agar ada peningkatan kapasitas pelaku usaha mikro kecil dan menengah.

Sisi lain Zahra menyampaikan sejauh ini masih banyak UMK yang kesulitan memenuhi persyaratan kemitaraan di sisi hulu. Lebih lanjut dikatakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah adalah terkait literasi digital bagi pelaku UMK, terutama dalam penerapan sistem online single submision (OSS) oleh pemerintah. “Kalau kita lihat dari sisi karakteristik pemilik UMKM waktu itu mengenai digitalisasi, ini adalah faktor-faktor yang sebenarnya sedikit menjadi hambatan
bagi mereka untuk mengambil bentuk-bentuk pengaplikasian digitalisasi dalam usaha mereka,” terangnya.

“Nah ini juga sebenarnya berkaitan dengan yang namanya mencari perizinan usaha yang menggunakan NIB. Karena tentu saja untuk mengakses OSS tersebut, para UMKM itu perlu adanya pengakuan digital literasi yang cukup baik,” ucapnya.

Apabila usia pelaku UMKM di bawah 40 tahun, menurut Zahra, OSS tidak menjadi kendala karena mereka lebih digital literate. “Tapi buat yang di atas 40 tahun atau pendidikan masih relatif rendah, ini menjadi suatu tantangan. Mungkin ini tantangan yang patut dijadikan perhatian pemerintah dan stakeholder lainnya,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Bhirawa Ananditya Wicaksana, Ketua Tim Kajian Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI menyatakan ada tiga kelompok pengusaha yang tergabung di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). “Pertama dia yang sifatnya startup phase. Pengusaha muda. Jadi baru memulai usaha,” jelasnya. Sementara kategori kedua, lanjut Wicaksana, pengusaha growth phase. Dimana
seorang pengusaha muda bergabung dengan HIPMI dalam rangka meningkatkan pendapatan serta koneksi dan lain sebagainya.

“Kemudian, ada yang masuk ke growth phase. Jadi masuk ke HIPMI untuk meningkatkan pendapatan, serta mengembangkan koneksi dan lain-lain. Ketiga adalah maturity phase,” ujarnya.

Lebih lanjut, Wicaksana menjelaskan, pengurus HIPMI telah melakukan profiling terhadap para pengusaha yang masuk ke organisasi ini agar bisa memberikan treatment atau perlakuan serta program yang sesuai dengan level usahanya.

Selama ini, kata Wicaksana, pihaknya aktif dalam program pemerintah, khususnya BPKM dalam mengawal pengaplikasian Nomor Induk Berusaha. “Dan yang sekarang aktif adalah kita menggalakan HIPMI perguruan tinggi. Jadi memang kita mengajak teman-teman agar yang dari perguruan tinggi ini juga
sudah mulai untuk memiliki legalitas usaha. Hal ini kita bisa lihat pertumbuhan anggota HIPMI,” tutupnya. (M-003)