Senin, 25 November, 2024

Keluarga Puri di Denpasar Dukung Proses Hukum Benar dan Adil, Buntut Kantor Hukum Disegel

Dokter Anak Agung Ngurah Gede Dharmayuda didampingi Turah Mayun memberi pernyataan di kantor Badak Agung, Rabu (19/7/2023). (Foto: M-003)

DENPASAR,MENITINI.COM-Kasus penyegelan kantor hukum Lembaga Advokasi Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) di kompleks Badak Agung C1 Renon, Denpasar mengundang solidaritas dari sejumlah di puri Kota Denpasar.

Diwakili dokter AA Ngurah Gede Dharmayuda, Mkes dari Puri Belaluan Denpasar, yang juga Ketua Panitia Pelebon Raja IX Denpasar menegaskan, keluarga besar Puri se Kota Denpasar memberikan dukungan Puri Agung Denpasar selaku pewaris yang ditunjuk mengelola lahan di Jalan Badak Agung seluas 12 hektar.

”Kami sebenarnya kaget dan sedih muncul pemberitaan dan dumas (pengaduan masyarakat) terkait kasus penyegelan kantor hukum ini. Sebagai keluarga besar kami memberikan dukungan moral dan doa agar permasalahan ini diselesaikan dengan benar dan adil,” kata dokter Agung Dharmayuda saat memberi pernyataan di Kantor Badak Agung, Rabu (18/7). Dumas Nomor: 120/V/2023/SPKT.UNIT RESKRIM/POLSEK DENTIM/POLRESTA DPS / POLDA BALI, Tertanggal 20 Mei 2023.

Ia menegaskan apa pun masalah yang sedang dihadapi saat ini pihaknya dari keluarga besar puri tetap kompak dan mendukung berdiri tegaknya puri dan pura. Semua kegiatan, perekatan semeton menjadi prioritas. “Terkait berita penyegelan, secara personal saya melihat ada hak dan tanggung jawab. Siapa yang bertanggung jawab atas hal tersebut dan bagaimana sehingga situasi itu muncul. Dan sudah pasti kami dari keluarga mendukung penuh. Karena pemberitaan saat ini masih sifatnya sepihak,” kata Turah Dokter sapaan akrabnya.

Ia menceritakan, ketika ditanya keluarga besar dirinya menjelaskan, biarkan jelas, proses itu harus berjalan dulu, peristiwa itu sejauh mana, pihak pihak ini memberikan statemen dan klarifikasi sampai betul betul terang benderang.

“Karena disini ada hak dan kewajiban, ada juga tanggung jawab. Kalau ada pihak pihak lain yang bermain, kami serahkan kepada keluarga melakukan berbagai upaya menyelesaikan kasus ini. Sehingga saya sebagai keluarga memberikan dukungan penuh terhada proses yang sedang terjadi saat ini. Dukungan moril pasti, doa pasti supaya tidak menggangu keutuhan kita Bersama. Kita akan terus mengawal,” bebernya.

Ketika mendengar kasus ini, keluarga terkejut seperti ada sesuatu sehingga keluarga besar puri bertanya tanya ada apa sehingga kasus ini muncul setelah upacara pengabenan raja sudah selesai. “Kok ada sesuatu. Keluarga besar bertanya, kok momen ini muncul. Baru selesai A (ngaben-red), muncul berita ini. Dan kita terkejut. Setelah itu kita sikapi. Telusuri, ajak ngobrol apa duduk masalah sebenarnya. Apa pun proses harus diselesaikan dengan benar dan seadil adilnya,” kata Turah Dokter.

Sementara Penglingsir Puri Belaluan, Anak Agung Ngurah Agung menjelaskan, asal muasal lahan di Badak Agung, Laba Pura Merajan Satria seluas 12 hektar sudah dimohonkan sertifikat oleh almarhum, Tjokorda Ngurah Mayun Samirana (sebelum jadi raja) pada tahun 1991 terdiri dari 32 sertifikat.

“Jadi lahan ini sudah dimohon sertifikat oleh almarhum Raja Denpasar IX Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan,” kata Anak Agung Ngurah Agung mantan pegawai Pajak Bumi dan Bangunan Kota Denpasar didampingi putra almarhum Raja Denpasar, Anak Agung Ngurah Wiraningrat dan Pengelola Lahan Badak Agung, Inti.

Sementara, Inti pengelola kompeks Badak Agung yang juga dilaporkan ke polisi, mengatakan, sebenarnya belum laporan polisi, masih Dumas. Inti menceritakan, dirinya mendampingi almarhum sebagai saksi saat melakukan perjanjian dengan pelapor (Made Suardana-red).

Dimana pelapor waktu itu bersedia membantu pengurusan lahan di Badak Agung. Muncul masalah karena pelapor tidak komit sesuai dengan yang ada di perjanjian, sehingga ahli waris almarhum memberi peringatan. “Selama ini tidak ada komunikasi maka terjadi penyegelan di kantor bantuan hukum Blok1C. Jadi tidak ada pemerasan dan aksi premanisme. Ini murni dia tidak kerja, mau gratisan sehingga disegel,” kata Inti sembari menjelaskan di perjanjian itu (pelapor) harus kerja.

“Jadi harus kerja. Berhasil atau tidak, kita tetap bayar. Masalahnya, dia tidak kerja. Sama sekali tidak kerja, sehingga tidak dibayar atau diberikan upah,” tegas Inti.

Hal senada dibenarkan Anak Agung Ngurah Wiraningrat. Ia tegas membantah, tidak melakukan pemerasan dan tidak mengerahkan preman seperti yang diberitakan.

“Saya tidak membawa preman. Itu karyawan saya, yang jaga pagi dan jaga malam. Jadi yang disebut sebagai premanisme itu seperti apa. Saya kaget aja dibilang preman. Saya gak pernah minta. Jadi omong kosong saja. Dan itu fitnah,” tegas Turah Mayun sapaannya.

Terkait pemberitaan yang menyebutkan dirinya meminta sejumlah uang juga dibantah. “Saya tidak pernah meminta uang. Saya hanya menuntut apa yang menjadi hak saya, terhadap pembeliahan lahan di sebelahnya (blok C10). Jadi wajar saya minta. Kalau orang tidak berkabar, sepertinya saya memberi memberi cuma-cuma dia, kan salah juga. Jadi saya kasih dia peringatan. Saya tidak pernah meminta dan memeras, dia harusnya tau diri. Kewajiban dia belum. Dan tidak ada komunikasi selama ini,“ tandas Turah Mayun. (M-003)

  • Editor: Daton

Berita Lainnya: