DENPASAR,MENITINI.COM – Produk kerajinan dari Bali kendang Djembe atau Jimbe belakangan ini dilirik pasar dunia.
Salah satunya produksi dari CV Bali Danu Sentana yang dikelola langsung Made Sudarsa yang beralamat di Jalan Cargo, Gang Angsoka Selatan No.99, Desa Ubung, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali.
Tak hanya dicari konsumen lokal, namun produk lokal dari Pulau Dewata tersebut ternyata juga tembus pasar dunia, karena banyak pembeli dari negara lain.
Hal ini karena kendang Djembe tak hanya sekedar sebagai kerajinan tangan. Lebih dari itu, produk ini menjadi salah satu alat musik perkusi yang banyak dipakai dalam kegiatan belajar mengajar untuk anak-anak, utamanya di negara China.
Hal lain yang juga membuat kendang Djembe dari Bali banyak dicari pembeli luar negeri adalah sentuhan artistiknya. Berbeda dari perkusi dan kendang umum, kendang Djembe dibuat sedemikian rupa dengan memanfaatkan bahan baku organik, seperti kayu, dan kulit binatang sehingga ramah lingkungan.
Keberhasilan kendang Djembe produksi Pak Wik sapaan akrab I Made Sudarsa, pengusaha asal Banjar Lelangon, Kota Denpasar ini, berhasil membawa kendang Djimbe ke berbagai negara.
Dia berkisah, bisnis ekspor kendang Djimbe ini, dimulai ketika dia menjadi marketing freelance untuk penjualan berbagai alat musik. Saat itu ia melihat minat pembeli luar negeri untuk kerajinan ini cukup besar.
Bahkan ada permintaan pembeli, tapi mereka tidak bisa memperoleh barang dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan. “Bisnis ekspor alat musik etnik ini, awalnya produksi sendiri sekitar tahun 2012. Namun sebelum memulai bisnis ini, saya dari tahun 2006 hanya menawarkan jasa dan agen penjualan alat musik sebelum bisa memproduksi sendiri,” katanya saat ditemui langsung di Workshop CV Bali Danu Sentana, pada Sabtu siang (2/3/2024)
Setelah berhasil memproduksi sendiri, dia memberanikan diri menjual kerajinan tersebut, bahkan sempat dipasarkan secara online. Ternyata banyak pembeli berminat dengan usaha kerajinan untuk diekspor terutama ke negara Chna, termasuk ke Melbourne, Australia, dan New Zealand.
Selain itu, permintaan juga datang dari lokal Bali sampai Jakarta dan Palembang untuk permintaan reguler yang dibeli secara grosir, seperti untuk sekolah musik dan toko pengecer alat musik.
Disebutkan rata-rata mengirim barang untuk 1 kontainer 20 feet setiap 1,5 sampai 2 bulan sekali dengan omset sekitar Rp125 juta per bulan. Untuk bahan baku kayu kendang alat musik Afrika ini didatangkan dari Blitar, Jawa Timur, dan bahan baku kulit dari Kediri dan Jombang, Jawa Timur yang semua proses finishing di tempat workshop.
“Kalau untuk talinya saya beli dari Surabaya, Jawa Timur. Jadi kelebihan produk saya, dari mutunya. Bahan baku juga tidak abal-abal dan dari segi kekuatan lebih kuat dan cara jahitnya lebih rapi, itu yang membedakan,” jelasnya.
Meski memutuskan menjalankan usaha secara mandiri, namun dia kerap membuka lowongan kerja kepada pihak lain, terutama jika pesanan banyak. “Saya bekerja dengan 11 orang pekerja tetap dengan sistem orderan ditambah 30-an pekerja dari luar jika banyak orderan, seperti tukang ukir dan painting bisa dari luar workshop,” ujarnya.
Kendang Djembe diproduksi dari ukuran tinggi 30cm, 40cm, 50cm, 60cm dan 65cm dengan harga grosiran dikisaran Rp40 ribu hingga Rp900 ribu. “Alat musik ini memang digunakan untuk bermain musik, dan bukan hanya digunakan untuk pajangan. Karena ada yang jual Djembe tidak peduli dengan suaranya,”ujarnya.
Selain Djembe juga banyak memproduksi dan menjual alat perkusi lainnya, seperti Shamqnic Drum dari ukuran diamter 40cm hingga terbesar60 cm dengan harga jual dari Rp200 ribu sampai Rp500 ribu.
Pak Wik juga memasaran alat musik Ocean Drum dengan 2 ukuran, yakni diameter 50cm dan 60cm yang dijual dengan harga Rp150 ribu sampai Rp200 ribu. (M-003)
- Editor: Daton