“Saya mengajak kaum muda Katolik PMKRI Indonesia untuk sejauh-jauhnya atau sebisa-bisanya menjauhkan diri dari segala bentuk indoktrinasi dan brainwashing karena di sini seperti dikatakan oleh Roosevelt moral manusia tidak bertumbuh dan berkembang. Orang tidak bisa berpikir secara mandiri tidak bisa memposisikan diri secara merdeka lalu pada gilirannya mereka menjadi ancaman bagi sebuah konvivialitas. Ancaman bagi bangsa dan negara padahal kita membutuhkan ini, sebuah koeksistensi sebuah kehidupan yang rukun dan damai, penuh spirit perdamaian dan persahabatan saling menghormati, saling memahami, satu dalam perbedaan unity in diversity.
Yang ketiga, lanjut Romo Markus, menciptakan dan memastikan lapangan pekerjaan. Survey internasional sering mengidentifikan dan menekankan vunerability atau kerentanan pemuda terhadap kekerasan dan agresivitas-agresivitas destruktif di dalam masyarakat sebagai sesuatu yang kerap berkaitan erat dengan faktor kemiskinan multidimensi dan berujung pada alienasi sosial.
Lalu pada tataran ini, lanjut dia, kaum muda yang hidup teralienasi sangat mudah putus asa, mudah menciptakan musuh-musuh sosial dan mudah pula dimobilisasi untuk gerak dalam gerakan-gerakan massal yang sektarian dan destruktif.
Berhadapan dengan krisis sosial pada kaum muda di atas solusi yang lazim dilakukan adalah membuka lahan pendidikan seluas-luasnya bagi anak-anak dan pemuda, membuka lapangan kerja dan pelatihan-pelatihan skill, dan mereka kaum muda yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi diajak untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk memperkaya diri dengan berbagai ilmu pengetahuan dan melawan segala bentuk indoktrinasi.
Catatan terakhir
Terakhir, Romo Markus mengingatkan kaum muda untuk menanamkan rasa terima kasih di dalam diri bahwa kita boleh memiliki Indonesia sebagai bangsa.
Indonesia, tandas Romo Markus, adalah hadiah dari Tuhan yang luar biasa. Negara yang indah dan luas kaya manusia dan budaya. Kaya kandungan alam, kaya suku dan agama, kita semua harus menanamkan rasa syukur kepada pemberi hadiah. Kepada Tuhan dan kepada mereka yang yang sudah berjuang sebelum kita.
“Karena hemat saya, rasa terima kasih adalah awal dan dasar dari komitmen yang lebih besar untuk menjaga dan merawat bangsa Indonesia yang paling urgent dan paking mendesak saat ini tentu saja yang sudah ditekankan sejak lama, merawat dan menjaga 4 pilar bangsa Indonesia. Dan, saya yakin PMKRI, anak-anak muda memiliki kompetensi dan kapasitas yang luar biasa untuk membentuk berbagai jaringan baik selevel maupun yang ke bawah atau pun yang ke atas untuk bersama-sama menjaga bangsa Indonesia,” katanya.
Yang kedua, sambung Romo Markus, jangan takut perbedaan. Paus Franciskus juga sering demikian karena perbedaan-perbedaan bukanlah sebuah ancaman untuk kita. Perbedaan-perbedaan adalah sumber kekayaan sumber keindahan dan kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga perbedaan tersebut.
Sedangkan ketiga, kita semua sepakat bahwa kita sejatinya lebih cocok mencari pertemanan dan persaudaraan dengan mereka yang sepaham dengan kita yang mudah diajak untuk berbicara, mudah diajak untuk berteman tetapi ini adalah
sesuatu yang standar, dan kalau orang lain juga bisa melakukan sesuatu yang standar, apa yang lebih yang bisa kita tawarkan sebagai orang Katolik dalam nada analogis juga ditantang oleh Yesus Kristus sendiri.
“Di dalam persahabatan saya, pertemuan saya dengan orang-orang yang berpikiran lain yang tidak sepaham dengan kaum moderat dan liberal, banyak yang mengaku bahwa mereka secara tidak sengaja, tidak rencana, tergelincir masuk ke dalam kelompok-kelompok radikal dan konservatif. Dan jika mereka tahu bahwa ada kehidupan lain yang lebih bagus mereka kadang menyesal lalu berbalik. Inilah sesuatu yang memberikan kita kans untuk merangkul mereka, dan mungkin mereka juga mengalami nasib yang sama tapi ingin berbalik dan tidak bertemu dengan orang yang bisa mengajak mereka.”
Yang keempat, kata Romo Markus, PMKRI adalah bagian dari gereja Katolik Indonesia. Gereja Katolik adalah agama yang resmi diakui di Indonesia. Oleh karena itu setiap anggota PMKRI dan kita semua adalah seperti yang dikatakan oleh Uskup Agung Soegijopranoto, 100% Katolik 100% Indonesia. Konsekuensinya kita tidak saja memiliki hak dan kewajiban seperti semua warga lainnya, tetapi Romo Markus menekankan juga memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang penuh terhadap kehidupan bangsa ini, terutama menyangkut perdamaian dan kerukunan lintas agama sebagai cita-cita kita bersama karena tanpa perdamaian dan kerukunan kita tidak akan maju, kita tidak akan berkembang.
Kelima, dari Yesus Kristus, umat Katolik menerima utusan yang satu dan yang sama menjadi garam dan terang dunia. Inilah yang sebenarnya kita maksudkan dengan to be blessing for the whole world. Menjadi berkat untuk seluruh dunia atau bagi umat manusia, menjadi terang dan garam dunia di tempat tugas kita masing-masing.
Yang terakhir, menurut Romo Markus merupakan pesan Paus Franciskus yang masih baru yang disampaikan tanggal 26 Januari 2022 lalu. Beliau membahas khusus tentang tokoh atau pribadi Santo Yosef di dalam sejarah keselamatan manusia. Paus menekankan bahwa Santo Yosef begitu sukses dalam menerima tantangan, terbuka untuk menerima tanggung jawab dan sukses dinobatkan Tuhan menjadi santo menjadi Bapa piara Yesus Kristus oleh karena tiga hal ini. Pertama, karena Santo Yosef berdoa orare, karena bekerja laborare, termasuk juga studi are, studi. Dan yang ketiga karena Santo Yosef mengasihi amare.
“Jadi tradisi Benediktian ora et labora ditambahkan oleh Paus Fransiskus di sini menjadi 3: ora, labora, et ama berdoalah, bekerjalah atau belajarlah dan kasihilah atau cintailah. Karena semakin kita menjadi katolik sejati artinya berakar di dalam iman kita kita akan semakin sukses menjalin persaudaraan dengan orang lain dan mereka yang tidak sepaham dan tidak seagama dan tidak seiman dengan kita.
Karena inilah yang kita butuhkan untuk kehidupan bersama di dalam satu bangsa satu nusa Indonesia,” demikian Romo Markus Solo Kewuta. (M003)