DENPASAR, MENITINI.COM– Anggota DPD RI Bali I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) tegas meminta agar PT BTID Kura Kura Bali (KKB) tidak menjadikan pulau Serangan sebagai zona eksklusif.
Sebab sebelum investor masuk, Pulau Serangan sudah berpenghuni. Sudah ada warga di sana, jadi jangan terapkan zona eksklusif.
“Jangan ada suatu zona eksklusif, karena walaupun kawasan Serangan itu sudah dikerjasamakan dengan pihak swasta tetapi hak masyarakat memancing, melaut, bersembahyang itu dijamin oleh konstitusi, undang-undang kita,” kata AWK di Kantor DPD RI Bali, Minggu (12/1/2025).
Selain itu, AWK juga meminta agar pihak PT BTID menghargai desa adat yang ada di Pulau Serangan.
Hal itu merujuk pada dugaan perlakuan tidak adil pihak PT BTID Kura Kura Bali terhadap warga Serangan.
Terutama pada aturan harus bersurat dulu ke pihak PT BTID jika ingin melaksanakan upacara hari-hari besar di Pura yang ada dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali.
“Hargai desa adat. Bahwa siapapun yang ada di Serangan, saya selaku anggota DPD RI dari Komite Hukum mendukung komunikasi apakah itu investor, dengan warga-warga tamiu. Jangan sampai ada dugaan-dugaan pelarangan orang beribadah ke Pura,” tegas AWK.
AWK mengatakan dalam waktu dekat dia akan melakukan kunjungan ke Pulau Serangan memantau situasi yang ada di Serangan.
Sementara di tempat terpisah, Gubernur Bali terpilih, Wayan Koster, menegaskan bahwa tindakan merusak alam Bali akan membawa kutukan sebagaimana diamanatkan dalam Lontar Bhisama Batur Kalawasan.
Hal ini disampaikan dalam seminar bertajuk “Bali Mau Dibawa Kemana” yang digelar Paiketan Krama Bali di Kampus IPB Internasional Denpasar, Jumat (11/1/2025).
“Ingatlah pesanku, wahai anak-anakku sekalian, di kemudian hari jagalah kelestarian gunung dan laut. Gunung adalah sumber kesucian, laut tempat menghilangkan kotoran, di tengah daratan melaksanakan kehidupan. Kalau melanggar, akan terkena kutukan, kekurangan pangan, umur pendek, dan kerusakan hubungan sosial,” ujar Wayan Koster, mengutip arti isi lontar Bhisama Batur Kalawasan.
Koster menjelaskan bahwa filosofi tersebut menjadi dasar dari visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, yang bertujuan menjaga harmoni antara manusia, alam, dan budaya.
Ia menekankan konsep Sad Kerthi sebagai pedoman pembangunan, yang mencakup enam elemen, seperti Atma Kerthi, Segara Kerthi, Danu Kerthi, Wana Kerthi, Jana Kerthi, dan Jagat Kerthi.
“Ini adalah pesan penting leluhur kita. Tidak boleh ada yang mencoba hidup enak dengan merusak alam. Bali tidak butuh aturan formal untuk ini. Kutukan leluhur cukup menjadi pengingat,” tegasnya.
Dalam paparannya, Koster menyoroti isu reklamasi Teluk Benoa sebagai contoh nyata pelanggaran harmoni alam.
Ia menyebut proyek tersebut bertentangan dengan filosofi leluhur yang melarang eksploitasi lingkungan demi keuntungan jangka pendek.
“Gunung, laut, dan daratan adalah satu kesatuan. Merusak salah satunya berarti menghancurkan keseluruhan. Jika itu dilakukan, hukum alam akan berlaku, dan kita akan menghadapi akibatnya,” ujar Koster.
Ia memastikan pesan leluhur ini akan terus menjadi landasan kebijakan pemerintahannya. “Jika kita menjaga alam, alam akan menjaga kita. Jika kita melanggar, kutukan itu nyata. Bali harus dibangun dengan menghormati warisan leluhur,” tegasnya (*)