JAKARTA,MENITINI.COM-Bencana gempa Cianjur yang belum lama berlalu banyak memakan korban pelajar dan memantik keprihatinan banyak kalangan. Menanggapi hal itu, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai bahwa Kurikulum bencana harus menjadi bagian penting dari reevisi Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang sedang dibahas bersama Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek).
“Kami menilai sudah saatnya Kurikulum Bencana ini menjadi bagian dari penting dari revisi RUU Sisdiknas yang saat ini digodok Kemendikbud Ristek. Dengan demikian upaya untuk mengurangi korban jiwa dan materi dalam setiap bencana bisa diwujudkan,” ujar Syaiful Huda dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Jumat (2/12/2022).
Huda menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi intensitas bencana yang cukup tinggi. Sebab, Indonesia berada di kawasan cincin api (ring of fire). Sehingga, hal itu memicu potensi gempa bumi, meletusnya gunung berapi, hingga tsunami merupakan fakta alam yang tidak bisa dihindari.
“BMKG mencatat sejak tahun 2008 hingga tahun 2015, tercatat rata-rata kejadian gempa bumi sekitar 6.000 kejadian dalam setahun. Kemudian, pada tahun 2018 meningkat menjadi 11.920 kali dan pada tahun 2019 tercatat sekitar 11.588 kali kejadian. Setelah turun di 2020, di 2021 ada lompatan intensitas kejadian. Dan baru saja kita menjumpai fakta pahit bagaimana gempa Cianjur menimbulkan ratusan korban jiwa,” jelas Politisi Fraksi PKB itu.
Meski begitu, ironisnya tak sedikit dari korban jiwa tersebut adalah para peserta didik. Dalam laporan Pemkab Cianjur disebutkan bahwa setidaknya ada 42 siswa dan 10 guru di level PAUD hingga sekolah menengah pertama yang menjadi korban meninggal saat gempa Cianjur itu.
“Jumlah ini masih belum termasuk kemungkinan siswa SMA/SMK yang jadi korban. Jadi, saya merasa fakta ini harus disikapi secara serius dengan memasukkan kurikulum bencana dalam RUU Sisdiknas,” ungkap politisi asal Jawa Barat ini.
Apalagi, lanjut Huda, dampak perubahan iklim juga mulai dirasakan dengan kian tingginya intensitas bencana hidrometeorologi dalam bentuk banjir bandang, tanah longsor, hingga cuaca ekstrim di berbagai daerah di Indonesia.
Situasi ini harus benar-benar menjadi concern para pemangku kepentingan termasuk di bidang pendidikan agar potensi tingginya korban bisa ditekan.
“Kami merasa melalui sekolah bisa diajarkan bagaimana harus bersikap saat ada bencana. Dengan demikian kesadaran akan tingginya potensi bencana serta bagaimana cara mengantisipasinya bisa tertanam sejak dini,” katanya.
Dengan demikian, ia mendesak agar Kemendikbud benar-benar menerapkan paradigma kebencanaan ini dalam proses penyusunan kurikulum pendidikan di Indonesia. Terlebih, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak 2019 pun telah menyerukan hal yang sama.
“Kami berharap ke depan kesadaran akan tingginya potensi bencana di Indonesia menjadi paradigma dalam penyusunan kurikulum pendidikan maupun penyusunan kebijakan publik lainnya. Sehingga kita bisa meminimalkan potensi korban jiwa maupun material dalam setiap bencana yang terjadi,” pungkasnya.
Editor: Ton
Sumber: Parlementaria