Jumat, 22 November, 2024

Laut Malra Tercemar Akibat Limbah Penangkapan Telur Ikan Terbang

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), sosialisasi pembuatan artificial reef.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), sosialisasi pembuatan artificial reef.

AMBON, MENITINI-Perairan Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) tercemar karena limbah penangkapan telur ikan terbang. Akibatnya, biota laut, terumbu karang terancam rusak.

Kenyataan ini diketehaui setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) bersama  Global Environment Facility (GEF) Coastal Fisheries Initiative (CFI) Indonesia, Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku, dan Dinas Perikanan Kabupaten Perikanan Maluku Tenggara, mensosialisasikan pembuatan artificial reef (karang buatan).

Artificial reef sebagai upaya rehabilitasi terumbu karang di Kawasan Konservasi Perairan Taman Pulau Kecil, Pulau Kei Kecil dan pulau-pulau  perairan sekitarnya, di Desa Ur Pulau, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku.

Karang buatan merupakan salah satu metode rehabilitasi ekosistem terumbu karang yang ramah lingkungan karena memicu pertumbuhan karang alami dan tidak merusak karang di tempat lain. Karang buatan ini juga dapat menjadi tempat perlindungan (rumah) bagi ikan.

Menurut Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut (PRL) DKP Provinsi Maluku Erawan Asikin, kerusakan terumbu karang diduga terjadi karena penggunaan bius tradisional, jaring bubu, jangkar, penggunaan peledak dan potassium.

Selain itu Erawan menambahkan, penangkapan telur ikan terbang juga berdampak mencemari laut sekitar kawasan konservasi karena jumlah limbah daun dan dahan kelapa sebagai alat bantu penangkapan komoditi tersebut cukup banyak dan luas menutupi terumbu karang.