DENPASAR, MENITINI – Gelombang laut yang kuat, kondisi pasang surut ekstrem dan sampah kiriman menjadi penyebab sebagian besar mangrove yang ditanam kepala negara saat KTT G20 mati.
Kelangsungan hidup (survival rate) tanaman mangrove yang ditanam sejumlah Kepala negara saat KTT G20 lalu terancam mati semua karena factor cuaca dan cuaca ekstrim.
Tanaman mangrove yang ditanam para kepala negara G-20 itu di KM 3+000 hingga KM 4+000 samping Jalan Tol Bali Mandara.
Kendati demikian, upaya perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan PT Jasamarga Bali Tol, termasuk di antaranya dengan menggunakan metode guludan (teknik penanaman mangrove pada lahan yang tergenang air dalam).
Direktur Utama PT JBT, I Ketut Adiputra Karang mengatakan, metode tersebut memang dirancang meningkatkan kemungkinan hidup bibit mangrove di lingkungan yang sulit.
Demikian halnya seperti lokasi penanaman bibit mangrove G-20, yakni pada KM 3+000 hingga 4+000.
Pihaknya juga memasang jaring di sekitar guludan, untuk meningkatkan survival rate mangrove, utamanya dari ancaman tersangkutnya sampah dan lumut.
Kendati hal itu telah dilakukan, beberapa bibit tetap tidak mampu bertahan karena pengaruh kondisi alam seperti kuatnya gelombang laut dan pasang surut yang ekstrim.
“Pada umumnya, dalam satu kali penanaman, tidak semua bibit dapat bertahan hingga dewasa dengan kondisi tersebut,” ucapnya.
Titik G-20 bukan satu-satunya lokasi penanaman mangrove yang dilakukan oleh PT JBT. Penghijauan serupa juga telah dilaksanakan pada area Interchange (KM 1N + 800) serta ketiga akses masuk gerbang tol.
Hingga saat ini, kondisi mangrove di lokasi-lokasi tersebut tumbuh dengan baik, karena tanaman mangrove di area ini tidak terkena dampak gelombang laut yang kuat maupun kondisi pasang surut ekstrim. (*)
- Editor: Daton