DENPASAR, MENITINI.COM – Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bali, Emanuel Dewata Oja mengatakan pentingnya media arus utama (mainstream) membersihkan atau melakukan verifikasi mendalam terhadap pemberitaan hoax yang beredar di sosial media (sosmed). “Media mainstream memiliki fungsi pembersih informasi. Artinya kita (media pers) melakukan verifikasi. Itu yang membedakan kerja media sosial dan media pers,” kata Emanuel Dewata Oja saat jadi pembicara dalam diskusi Literasi Digital media online dan media sosial di Denpasar, Selasa (13/6).
Kalau pers kan jelas ada verifikasi dengan menjalankan 5 M, yaitu mencari, menemukan, memiliki, mengolah dan terakhir baru mempublikasi. Proses itu yang disebut sebagai rumah pembersih informasi, Menurut Edo sapaannya, rumah pembersih informasi menjadi penting karena tujuannya jelas, yaitu menangkal informasi hoax dan disparitas atau informasi yang menimbulkan pertanyaan publik. “Pembersih informasi menjadi sangat penting karena untuk mencegah disparitas informasi termasuk mencegah hoax dan lain sebagainya. Jadi informasi yang disampaikan itu betul-betul diolah sesuai proses yang benar, sesuai dengan kerja pers dan kaidah-kaidah jurnalistik,” kata Edo sembari menambahkan, pemberitaan yang yang memperhatikan kaidah jurnalistik, kode perilaku dan tuntutan Undang-Undang Pers Nomor 40 menjamin pelaksanaan pemilu 2024 yang aman. “Ini harus ditaati terutama dalam menyongsong pemilu, agar kita (wartawan) ini mendorong pemilu berjalan damai, bermartabat, tidak ada pembelahan sana dan sini. Itu yang ingin kita jaga sehingga semuanya nyaman,” tegasnya.
Di zaman modern ini perkembangan teknologi sangat memudahkan aktivitas manusia, termasuk untuk mendapatkan informasi melalui platform digital. Salah satu yang menjadi perhatian adalah informasi yang berseliweran melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, Twitter dan YouTube. Tidak dapat dipungkiri, saat ini banyak informasi yang didapatkan masyarakat melalui platform media-media sosial. Tentunya sangat membantu peredaran kejadian-kejadian terkini, hanya saja di saat yang sama dapat terjadi disparitas atau polarisasi informasi di tengah masyarakat. Sebab, faktanya informasi yang didapat dari media sosial belum tentu melewati proses verifikasi mendalam terkait kejadian tersebut.
Sementara Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan saat ini media sosial jadi acuan masyarakat mendapat informasi terkini. “Sekalipun kebenaran informasi di media sosial itu masih dipertanyakan, akan tetapi soal kecepatan informasi masyarakat bisa mendapatkan dari media sosial,” kata Kombes Stefanus.
Sebab kejadian-kejadian yang ditemukan oleh masyarakat saat beraktivitas langsung diupload hanya dalam hitungan menit melalui telepon genggam. “Untuk beberapa kejadian, media mainstream, media, elektronik, media cetak mengacu pada media sosial yang memviralkan suatu kejadian. Misalnya kejadi turis asing yang bertelanjang di Ubud saat pementasan tari, wartawan menghubungi saya meminta konfirmasi setelah mendapat informasi dari media sosial,” ujarnya.
Literasi Digital Media Online dan Media Sosial digelar Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bali, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali dan Polda Bali. Kegiatan ini mengusung tema gelar “Literasi Digital Terhadap Media Online dan Media Sosial Dalam Menjaga Situasi Kamtibmas Menjelang Pemilu 2024. (M-003)
Editor: Daton