MATARAM,MENITINI.COM-Tak berlebihan tentunya jika Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai daerah yang merupakan satu dari lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP). Sebagai destinasi wisata, Lombok punya ragam daya tarik. Mulai dari keindahan pantai, kekayaan bawah laut, adat budaya, wisata olahraga, gunung, serta wisata petualangan berbasis alam.
Untuk jenis wisata yang terakhir, ada satu destinasi yang wajib untuk dikunjungi, yakni Taman Wisata Alam (TWA) Kerandangan yang masuk dalam kawasan Desa Wisata Senggigi di Lombok Barat.
Di sini wisatawan dapat menjelajah kawasan hutan yang totalnya mencapai 396,10 hektare, menikmati suasana alam nan syahdu. Menelusuri jalan setapak di bawah naungan pepohonan tinggi yang rindang, ditemani nyanyian alam nan surgawi.
Sejak ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam pada tahun 1992, pengelolaan TWA dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan wisatawan namun tetap dalam prinsip pariwisata berkelanjutan. Karenanya taman wisata alam ini juga ramah untuk anak-anak.
Air terjun Putri Kembar dan Goa Walet biasanya menjadi tujuan utama wisatawan. Aksesnya mudah. Pengunjung tinggal menyusuri jalan setapak berupa kombinasi paving dan tanah sejauh kurang lebih 2 kilometer. Elevasinya juga tidak tinggi. Jadi, melenggang bersama anak akan menjadi satu aktivitas yang sangat menyenangkan.
Namun bagi mereka yang ingin berpetualang lebih jauh, Taman Wisata Alam Kerandangan punya sisi lain yang lebih dalam. Salah satunya bahkan jadi primadona bagi wisatawan adalah birdwatching. Yakni kegiatan pengamatan burung yang dilakukan di alam liar atau habitat asli mereka.
Terdapat beberapa spesies burung yang habitatnya ada di TWA Kerandangan. Beberapa di antaranya masuk dalam kategori terancam punah seperti Elang Flores (Nisaetus floris). Selain itu juga ada Celepuk Rinjani (Otus jolandae) dan Cekakak Kalung-Cokelat (Todiramphus australasia), yang keduanya masuk dalam status hampir terancam. Selain itu ada juga Kehicap Ranting, Cekakak Sungai, Raja Udang Biru, dan masih banyak lagi.
“Total ada 56 jenis burung yang sampai saat ini terdata di kawasan ini,” ujar Wahyudi Amin, petugas di TWA Kerandangan.
Inilah yang membuat TWA Kerandangan kian populer sebagai salah satu destinasi pilihan wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata alam. Khususnya bagi mereka yang memiliki minat khusus atau ketertarikan kepada satwa.
“Itu baru jenis burung, TWA Kerandangan juga ‘rumah’ untuk deretan satwa lainnya seperti ular juga kupu-kupu. Terdata 11 jenis ular yang tiga di antaranya jenis berbisa. Yakni ular jenis viper dan kobra,” kata Wahyudi.
Wahyudi yang menjadi salah satu inisiator pengembangan wisata minat khusus di TWA Kerandangan awalnya tidak mengetahui jika ragam flora dan fauna di TWA memiliki potensi nilai jual pariwisata yang tinggi.
Kala itu di penghujung tahun 2012, Wahyudi yang belum lama memulai tugasnya sebagai tenaga kontrak di TWA Kerandangan mendapati seorang wisatawan asal Australia datang seorang diri membawa teropong. Kepada Wahyudi, wisatawan itu mengatakan ingin melihat burung-burung yang terbang liar di kawasan TWA Kerandangan.
“Akhirnya saya hanya menemani dia sampai ke dalam hutan. Saya mengikuti aktivitasnya melihat burung-burung dan menikmati setiap kemunculan,” kata Wahyudi.
Tidak berhenti sampai di situ, beberapa hari setelahnya, datang lagi wisatawan lain yang membawa kamera dengan lensanya yang besar. “Tujuannya juga sama, ingin mencari burung. Tapi kali ini dia lebih ke minat fotografi,” ujar Wahyudi.
Dari dua pengalamannya yang singkat dan mendadak itu, pemikiran Wahyudi jadi terbuka. Keberadaan satwa di TWA Kerandangan merupakan potensi yang jika dikembangkan dengan pendekatan pariwisata berkelanjutan justru memberikan manfaat nilai ekonomi yang lebih luas.
Berbekal pengalamannya keluar-masuk hutan TWA Kerandangan serta data awal jenis-jenis burung yang jumlahnya baru 23, ia mencoba mengembangkan daya tarik ini. Memantau kembali jenis burung, aktivitas, juga kebiasaan untuk ia cocokkan dengan data awal yang ia miliki. Jika ada perilaku, lokasi, atau jenis burung yang belum terdata, ia mencatatnya sendiri. Tidak jarang Wahyudi sampai menginap di dalam hutan.
Niatan Wahyudi untuk menggali potensi dengan pendekatan pariwisata berkelanjutan semakin kuat ketika ia berdiskusi dengan salah seorang rekannya dari Universitas Mataram. Terlebih tak berapa lama, BKSDA NTB melakukan kerja sama dengan Universitas Mataram untuk melakukan riset dan pendataan lebih jauh tentang keanekaragaman yang ada di TWA Kerandangan.
“Saya juga terlibat di tim itu karena saya hafal kawasan pal batas, juga titik-titik pengamatan. Dari situ kita tahu sampai saat ini ada 56 jenis burung,” ujar Wahyudi.
Kini Wahyudi semakin paham dan mengetahui pola serta kebiasaan aktivitas hewan yang ada di dalam kawasan. Seperti beberapa waktu lalu saat tim kampanye Sadar Wisata Kemenparekraf diajak menjelajah TWA Kerandangan. Wahyudi dengan cekatan mendefinisikan jenis-jenis burung hanya dengan mendengar kicauannya.
Di beberapa titik, Wahyudi meminta pengunjung untuk fokus memperhatikan pergerakan di sejumlah ranting. Ia menjelaskan, tak lama lagi akan ada pergerakan satu jenis burung. Dan benar saja, burung Cekakak Sungai terlihat melompat dan kemudian menghilang di ujung pohon.
“Daerah sini memang kawasan dari burung itu, aktivitasnya di jam-jam ini (sore hari),” kata Wahyudi.
Wahyudi juga kerap kali akan melanjutkan untuk mengajak pengunjung ke titik pengamatan yang tak jauh dari jalur jalan setapak. Sedikit melewati sungai berbatu yang saat itu dalam kondisi kering, terdapat jaring hitam yang melintang. Wisatawan diminta untuk jongkok dan mengintip dari balik jaring.
Wahyudi kemudian mengeluarkan suara-suara tertentu. Dalam suasana hening, tiba-tiba terdengar suara balasan yang begitu indah. Tak lama, satu jenis burung mendekat. Memperlihatkan eksotisme warna-warna bulunya yang indah. Sungguh pengalaman yang mengesankan.