KUTA, MENITINI.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera meluncurkan Peraturan OJK (POJK) terkait bursa karbon sebelum peluncuran yang direncanakan September 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, saat ini pihaknya sedang menunggu semua instrumen dan regulasi sebelum aturan tersebut ditetapkan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis aturan terkait perdagangan bursa karbon bakal rampung di bulan September 2023, sesuai yang diamanatkan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Adapun untuk menyusun Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tersebut, regulator telah melakukan beberapa kali konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat RI. “Kita masih optimis September 2023 ini sudah bisa live perdagangan bursa karbon. Untuk penyelenggara kita akan seleksi, jadi siapa saja dapat mnyelenggarakan,” kata Inarno saat FGD dengan media massa di Kuta, Bali, Jumat (14/7/2023).
Lebih lanjut, katanya, secara garis besar POJK bursa karbon nanti akan meliputi Ketentuan Umum, Persyaratan Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon, Pemegang Saham, Anggota Direksi dan Anggota Komisaris. “Lalu operasional dan pengendalian internal, pengawasan bursa karbon agar governance lebih bagus, persyaratan dan tata cara perizinan penyelenggara bursa karbon, dan ketentuan lainnya,”ujarnya.
Menurutnya, bursa karbon merupakan suatu sistem yang mengatur mengenai pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, dan status kepemilikan unit karbon. Bursa karbon bertujuan mencapai target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan Nasional.
Menjawab pertanyaan wartawan yang menyoroti sisi lemah perdagangan bursa karbon, Inarno menegaskan, pembentukan bursa karbon dianggap perlu karena sejalan dengan target pemerintah yang menetapkan target nationally determined contribution (NDC) sebesar 29 hingga 41 persen pada 2030 dan net zero emission (NZE) atau nol emisi pada 2060. “Sebagai langkah mendukung tata kelola dan ekosistem pengembangan bursa karbon di Tanah Air, OJK perlu menyiapkan berbagai muatan materi peraturan teknis yang sejalan dengan payung hukum yang ada, antara lain Permen LHK Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon maupun Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK),” tegasnya
Sementara itu, dasar hukum penyelenggaraan Bursa Karbon meliputi pengesahan Paris Agreement, Perpres No 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK), Permen LHK Nomor 21/2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon, Permen ESDM Nomor 16/2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan NEK Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik, dan UU P2SK.
Sebelumnya, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto Ketika menjadi keynote speech pada acara Global Global Network Week yang diadakan oleh Universitas Indonesia dengan topik Indonesia’s Policies and Strategies to Embrace an Inclusive and Green Recovery mengatakan, ekonomi hijau dalam dokumen perencanaan telah dimasukkan dalam RPJMN 2020-2024 dengan tiga program prioritas, yaitu peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta pembangunan rendah karbon.
Penggunaan rendah karbon merupakan salah satu strategi menuju ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan rendah karbon juga menjadi tulang punggung menuju ekonomi hijau untuk mencapai visi Indonesia Maju 2045 dan Net Zero Emission (NZE) atau nol emisi pada 2060. M-003