Jumat, 22 November, 2024

Overstay dan Prostitusi Online, Tiga WNA Dideportasi dari Bali

Proses pendeportasian yang dilakukan Rudenim Denpasar.

BADUNG, MENITINI.COM – Tiga orang WNA beda negara dideportasi Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar Selasa (4/6) dan Rabu (5/6/2024) melalui Bandara Ngurah Rai karena overstay hingga kasus prostitusi online.

Selain dideportasi mereka juga telah dimasukkan dalam daftar penangkalan Direktorat Jenderal Imigrasi.  

Kepala Kanwil Kemenkumham Bali, Pramella Y Pasaribu mengatakan pendeportasian terhadap seorang pria asal Denmark berinisial DO (56) dilakukan pada Selasa (4/6) ke Copenhagen, Denmark.

Ia diketahui mengetahui dirinya telah overstay sekitar seminggu setelah izin tinggalnya habis, namun ia tidak segera meninggalkan Indonesia karena takut harus membayar denda yang ia tidak mampu dilaksanakan.

Menyadari hal itu, DO memutuskan tetap tinggal di Indonesia hingga memutuskan untuk kembali ke Denmark via Singapura melalui Bandara Ngurah Rai.

Tetapi petugas imigrasi mendapati DO telah overstay selama 10 bulan lebih.  

“DO terakhir kali masuk ke Indonesia pada 11 Juni 2023 melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta menggunakan Visa on Arrival (VoA), yang berlaku hingga 10 Juli 2023. Ia datang seorang diri untuk tujuan wisata dan mengaku ingin memulihkan kesehatan selama di Indonesia. Namun, dia terlena akan keindahan Indonesia dan melebihi masa berlaku izin tinggal selama 10 bulan lebih,” ujar, Jumat (7/6/2024).

Sementara, dua WNA asal Tanzania berinisial SEK (34) dan AFM (29) dideportasi pada Rabu (5/6) menuju Zanzibar, Tanzania. Mereka diamankan terpisah oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai pada Operasi Jagratara awal Mei 2024 dan kepadanya telah ditetapkan telah melanggar Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

SEK diketahui tiba di Indonesia pada 30 Maret 2024 dari Tanzania dan transit di Dubai sebelum tiba di Bandara Ngurah Rai menggunakan visa e-VOA. Izin tinggal yang bersangkutan berlaku hingga 28 April 2024.

SEK mengaku datang bersama kekasihnya seorang Warga Negara Jamaika yang tinggal di Bali. Saat diringkus, SEK ternyata telah overstay selama 4 hari. SEK dianggap mengganggu ketertiban umum karena adanya pengaduan dari masyarakat terkait kegiatannya selama di Bali.

“Berdasarkan hasil penyelidikan tim intelijen menemukan bukti bahwa SEK menggunakan aplikasi Tinder dan WhatsApp pada ponselnya untuk menjajakan diri dengan tarif mulai dari Rp1,5 juta per jam. SEK sempat mengelak atas bukti tersebut dengan alasan ponsel miliknya sempat digunakan oleh temannya,” ungkapnya.

Sementara, AFM diketahui pertama kali datang ke Indonesia pada Juni 2023 dan terakhir kali masuk pada 8 april 2024 menggunakan Visa Kunjungan. AFM mengaku datang ke Indonesia untuk melengkapi dokumen kuliahnya di Malaysia.

Ia memilih tinggal di Indonesia karena biaya hidup lebih murah sambil menunggu persetujuan pergantian visa pelajar di Malaysia.

Namun, AFM ditemukan menyalahgunakan izin tinggal yang diberikan di Indonesia dan melanggar aturan imigrasi.

Menurut hasil penelusuran pihak yang berwenang, terdapat indikasi AFM terlibat dalam bisnis prostitusi dengan menjual dirinya melalui media online dan aplikasi aplikasi kencan seperti kasus pada SEK.

Pihaknya telah mengupayakan berbagai langkah yang diambil seperti Operasi Jagratara ini merupakan upaya proaktif dan preventif yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Imigrasi.

Melalui langkah tersebut diharapkan Bali tetap menjadi destinasi yang aman dan tertib bagi wisatawan dan penduduk asing yang menghormati hukum dan peraturan yang berlaku. (M-003)

  • Editotr: Daton