DENPASAR, MENITINI.COM- Petugas Trantib Kecamatan Kuta Selatan dibuat pusing menghadapi seorang warga asal Karangasem, Nengah Wage (40) dan istri yang tinggal di lingkungan Taman Griya Jimbaran. Aktivitas kedua pasangan di lokasi itu selain meresahkan warga, juga tak menjaga kebersihan lingkungan di sekitarnya.
Pasalnya, pria kelahiran Munti Tianyar itu menempati lahan yang rencananya dipakai sebagai fasum dan fasos perumahan di kawasan SLB D YPAC Bali. Di tempat itu ia tinggal bersama istri dengan beratap dan berdinding terpal. Menariknya, pasutri itu melakukan karena mengaku ingin dekat dengan anaknya yang ada di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jimbaran dan terkait kebutuhan hidup.
Kasi Trantib Kecamatan Kuta Selatan, Kadek Alit Juwita menerangkan, suami istri itu sudah beberapa bulan menempati lahan sekitar 6 meter, yang rencananya nantinya akan dibuat menjadi fasum dan fasos perumahan. Keberadaannya cukup mengkhawatirkan, karena bentuk tempat tinggalnya hanya beratap dan berdinding terpal.
Selain itu, warga setempat juga khawatir akan aktivitas yang bersangkutan yang memulung sampah. Dimana sampah tersebut ditakutkan dapat memicu munculnya wabah penyakit, apalagi di sana sempat terjadi kasus demam berdarah. “Laporan itu kita terima dari kepala lingkungan setempat, atas usulan warga setempat. Karena itu pihaknya bersama Satpol PP dan Kepala Lingkungan sudah berkali-kali turun, namun hal itu belum menemukan titik terang,” katanya, Sabtu (2/3) dikutip Surat Kabar POS BALI
Warga yang diketahui bernama Nengah Wage (49) hidupnya memprihatinkan. Kehidupan sehari harinya jorok. Ia sering menjemur pakaian sembarangan. Bahkan kadang menjemurnya di lahan kosong milik orang lain, sehingga pemilik lahan memasang patok pembatas di dekat lahan yang ia tempati.
Demi kenyamanan bersama dan keamanan yang bersangkutan, trantib Kecamatan Kutsel sudah berkali-kali meminta yang bersangkutan untuk pindah dari lahan itu untuk mencari tempat yang lebih layak. Namun ia menolak dengan alasan, ia memang sengaja tinggal disana karena ingin dekat dengan anaknya yang berada di YPAC.
Ia mengaku bersedia pindah, asalkan ia dibantu disediakan tempat tinggal. Ia juga bolak balik pindah ke kampung asalnya, dengan alasan sulit mencari kerja. Sehingga ia kemudian lebih memilih menjadi pemulung rongsokan, demi menyambung hidup “Dia cukup koordinatif saat kita ajak komunikasi. Ia juga tidak menolak untuk dipindahkan, asalkan dibantu disediakan tempat tinggal. Nah masalahnya ini yang sulit kita sikapi. Kita sarankan kembali ke kampung halaman, ia justru tidak ingin jauh dari anaknya dan ia tidak bisa mencari makan di kampung asal,” bebernya.
Camat Kutsel, Ketut Gede Arta dikonfirmasi terpisah mengaku telah mengkoordinasikan hal itu kepada Dinas Sosial Kabupaten Badung. Dimana Dinas sosial mengaku segera turun mengecek keberadaan warga tersebut. Pihaknya di kecamatan mengaku sudah berkali-kali melakukan pendekatan, namun yang bersangkutan menolak pindah karena alasan kemanusiaan.
Sehingga masalah tersebut perlu dicarikan solusi terbaik, sebab hal itu menyangkut ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. “Yang bersangkutan menempati fasum dan fasos dengan mendirikan tenda. Jika itu dibiarkan tentu juga beresiko bagi keselamatan mereka,”kata Gede Arta.
Selain mengundang kekhawatiran warga sekitar, lahan yang ia tempati juga dipergunakan menjadi tempat pengepul rongsokan. Warga takut hal itu justru akan memicu dampak lain seperti penyakit demam berdarah bagi warga di sekitar lingkungan itu. M-003
- Editor: Daton