DENPASAR, MENITINI.COM- Kasus reklamasi Pantai Ungasan, Jimbaran memasuki babak baru setelah Disel Astawa, Bendesa Adat Ungasan yang juga anggota DPRD Bali dari Fraksi Gerindra ditetapkan tersangka. Sidang praperadilan dengan pemohon, I Wayan Disel Astawa terkait penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan tindak pidana reklamasi pantai oleh Polda Bali berlangsung Selasa (20/6/2023) di Ruang Sidang Tirta, PN Denpasar. Sidang Dipimpin hakim tunggal Yogi Rahmawan dengan termohon Ditreskrimum Polda Bali
Sebagai Pemohon Disel tidak hadir, diwakili kuasa hukum, I Made Parwata didampingi rekan I Wayan Adi Aryanta. Sementara Termohon Polda Bali diwakili Bidang Hukum Polda Bali yakni AKBP Imam Ismail, S.H.,M.H. Kompol I Ketut Soma Adnaya, S.H., M.H., AKP I Putu Eka Adi Putra. S.H., Iptu Bagus M.S. Putera, S.H. dan Iptu Dwi NGK GD Anom Uragada, S.H. Hadir juga Kasat Pol PP Badung, I Gusti Agung Ketut Suryanegara mewakili Bupati Giri Prasta sebagai pelapor.
Setelah sidang dibuka majelis hakim meminta kuasa hukum menyampaikan keberatan atas penetapan pemohon sebagai tersangka kasus reklamasi Pantai Ungasan. Kuasa hukum pemohon, Made Aryanta membeberkan balasan poin keberatan penetapan tersangka. Intinya penetapan tersangka tidak sah dan prematur, karena tidak cukup bukti. “Ini adalah kesewenang-wenangan. Bahkan sampai saat ini, I Wayan Disel Astawa belum terima surat pemberitahuan penetapan tersangka dari Polda Bali,” kata Wayan Adi Aryanta.
Menurutnya, pemohon mengetahui penetapan tersangka dari media, lantaran ada jumpa pers oleh Polda Bali. Apa yang dilakukan Jero Bendesa sah, karena dasarnya adalah hasil rapat paruman desa adat. Karena itu tindakan kliennya hanya sebatas sanksi administratif. “Ya,sebenarnya tidak dapat dipidana. Dengan fakta hukum yang dibacakan, Bendesa Adat Ungasan berhak mengelola pesisir,” katanya.
Menurutnya, ada beberapa poin penting mengenai tidak sahnya penetapan tersangka. “Tentu tidak cukup bukti, dan ada bukti yang tidak sah alias cacat,” ujarnya. Ia menegaskan, I Wayan Disel Astawa tidak memberikan rekomendasi kepada siapapun. “Klien kami tidak memiliki hak untuk pengelolaan pesisir. Yang memiliki hak adalah desa adat melalui prajuru desa adat. Dasarnya Paruman,” tegasnya.
Sebelum menutup sidang, Hakim Tunggal Yogi Rachmawan memberi kesempatan kepada Termohon untuk menyampaikan tanggapan. Atas kesempatan itu, AKBP Imam Ismail meminta waktu dan akan memberikan jawaban pada agenda persidangan berikutnya.
Ditemui usai persidangan, Bidkum Polda Bali AKBP Imam Ismail menyampaikan, pihaknya tetap menghadapi gugatan tersebut. “Sidang akan dilanjutkan dengan agenda jawaban dari kami selaku Termohon. Akan kami jawab besok (hari ini-red), Rabu 21 Juni 2023 sekitar pukul 10.00,” kata AKBP Imam Ismail.
Sementara I Made Parwata didampingi Wayan Adi Aryanta menambahkan, Praperadilan ini merupakan hak dari kliennya. Kepada wartawan Made Parwata menjelaskan tidak sahnya penetapan tersangka. Tentu tidak cukup bukti, dan ada bukti alias cacat.
Ditanya apakah Disel Astawa menerima uang dari investor? Kuasa hukum enggan berbicara. Dikatakan, kliennya berstatus sebagai Jero Bendesa, dan apa yang dilakukan itu berdasarkan Paruman Desa. Jadi, segala yang dilakukan adalah kolektif dan telah menempuh mekanisme itu. “Rekomendasi kepada kelompok nelayan dasarnya Paruman. Dan itu bukan reklamasi. Tempat itu akan dijadikan budidaya ikan untuk kelompok nelayan yang merupakan warga Ungasan,” jelasnya.
Untuk diketahui, sidang perkara Praperadilan dasarnya No. 15/Pid.pra/2023/PN.Dps tgl 6 Juni 2023 yang dimohonkan oleh Pemohon I Wayan Disel Aastawa tentang sah atau tidak penetapan Tersangka dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/338/V/RES.1.9./2022/SPKT/POLDA BALI tanggal 28 Juni 2022 yang dilaporkan oleh Kasat Pol PP Badung I Gusti Agung Ketut Suryanegara. (M-003)