Jumat, 22 November, 2024

Per Hari Rata-rata Ada 5 Orang Bunuh Diri di Indonesia

Ilustrasi Gantung Diri

DENPASAR, MENITINI.COM-Setiap tahunnya lebih dari 700.000 orang meninggal karena bunuh diri di dunia atau rata-rata perharinya sekitar 1900 orang di dunia melakukan bunuh diri. Kemungkinan besar ada lebih dari 20 kali percobaan bunuh diri untuk setiap kasus bunuh diri. Fakta lainnya juga menunjukkan, bunuh diri merupakan penyebab utama kematian keempat di antara usia 15-29 tahun secara global pada tahun 2019. Fakta ini diungkapkan oleh Ketua Persatuan Dokter Spesialis Kejiwaan Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar sekali kolaborator utama BISA Helpline, I Gusti Rai Putra Wiguna, Senin (18/9/2023).

Berdasarkan data Sample Registration Survey (SRS) yang dilakukan oleh Badan Litbangkes Kemenkes tahun 2016, diketahui bahwa angka kematian akibat bunuh diri sebanyak 0,72 kasus per 100.000 atau 7 kasus dalam 1.000.000 penduduk di Indonesia. Total kasus kematian akibat bunuh diri dalam 1 tahun sebanyak 1.800 kasus, di mana setiap hari terdapat 5 orang Indonesia yang meninggal karena bunuh diri. Sementara untuk tingkat dunia ada sekitar 700 ribu orang pertahun yang bunuh diri atau sekitar 1900 orang perhari.

Data Grafik. (M-007)

LISA Helpline diinisiasi oleh Bersama Bisa Foundation yang merupakan kepanjangan dari Love Inside Suicide Awareness yang merupakan saluran bantuan untuk pencegahan bunuh diri yang diluncurkan pada April 2021. 

I Wayan Eka Sunya Antara Ketua Yayasan Bersama Bisa sekaligus pimpinan project BISA Helpline menjelaskan, layanan ini hadir dengan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, untuk memenuhi kebutuhan di area Bali dengan beragam komunitasnya. 

Dalam perjalanannya, LISA tidak hanya melayani masalah pencegahan bunuh diri namun juga berbagai keluhan mental dan emosional melalui media pesan instan singkat, pesan suara, hingga telepon. 

“Hingga pada Juli 2022, diambil keputusan berat untuk menghentikan sementara kegiatan operasional LISA Helpline, dengan menimbang tidak berimbangnya jumlah permintaan bantuan dengan kapasitas sumber daya relawan dan teknologi yang masih terbatas,” ucap pria yang akrab disapa Bimbim itu.

Rincinya, sepanjang pengalaman memberikan layanan selama satu tahun, terdapat lebih dari 1900 pengguna per hari yang mengakses LISA Helpline. 

“Kebutuhan ini perlu direspons dengan sistem baru berbasiskan teknologi yang lebih efisien dan juga jumlah serta kapasitas relawan yang mumpuni,” sambung Bimbim.

Kini layanan helpline telah hadir kembali dengan nama BISA Helpline, yang bertujuan untuk menyediakan dukungan layanan krisis mental dan emosional untuk pencegahan bunuh diri yang bebas diskriminasi dan inklusif bagi semua yang membutuhkan bantuan, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.

Ketua Pelatihan Volunteer BISA Helpline, I Gde Yudhi Kurniawan menambahkan, untuk mencapai tujuan tersebut, BISA Helpline bermitra dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) untuk melatih para relawan agar memiliki kapasitas untuk menolong seraya menjaga kesejahteraan dirinya. 

Pelatihan diselenggarakan secara hibrid dalam dua bahasa, sesuai kebutuhan pengguna BISA Helpline. 

Pelatihan berlangsung sebanyak tiga sesi yang dimulai pada 20 Agustus 2023 lalu hingga saat ini. 

Ketua Seksi Psikiatri Komunitas, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dan koordinator Modul Pelatihan BISA Helpline, dr. Gina Anindyajati SpKJ menambahkan, dalam pelatihan tersebut, selain mempelajari teori, juga dilakukan sesi praktik dan penugasan agar semakin mengasah keterampilan para relawan untuk membantu di saat krisis. 

Materi yang diberikan meliputi pengenalan upaya pencegahan bunuh diri, teknik komunikasi, metode intervensi pencegahan bunuh diri, dukungan psikososial untuk para relawan, serta kebijakan dan prosedur BISA Helpline.

BISA Helpline memiliki visi untuk mencegah peningkatan keinginan untuk bunuh diri, menciptakan sistem yang dapat diadopsi di seluruh dunia berupa para relawan dapat menawarkan dukungan kepada orang-orang di negara pilihan mereka dan untuk mematahkan stigma serta memberdayakan komunitas yang terdiskriminasi dan terpinggirkan. (M-007)

  • Editor: DRB