Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjabarkan, selain dampak pandemi yang terus berlangsung, pecahnya perang Rusia-Ukraina telah membuat inflasi Indonesia melambung. Hal itu, terutama dipicu kenaikan harga komoditas energi dan sumber daya mineral di pasar global. Bahkan negara-negara di dunia yang sebelumnya inflasi pangan hanya 1 persen, kini ada yang mencapai 7 persen akibat kenaikan harga pangan.
Nevi menambahkan, saat ini harga komoditas energi dan sumber daya mineral, seperti minyak mentah, crude palm oil (CPO), dan komoditas mineral seperti nikel dan batu bara sudah melonjak. Harganya diperkirakan akan semakin melambung seiring pecahnya perang rusia-Ukraina. Hal ini akan membuat permintaan dunia tinggi, sementara pasokan berkurang, sehingga inflasi akan meningkat, termasuk di Indonesia.
“Pemerintah harus memastikan stok kebutuhan pangan tercukupi untuk 6 bulan ke depan. Negara mesti dapat memanfaatkan penggunaan sumberdaya dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dan bahan baku yang terkait dengan energi (seperti batubara untuk listrik), sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap impor,” tutur legislator dapil Sumatera Barat II tersebut. Ia juga mengingatkan bahwa nilai impor minyak goreng negara sangat tinggi, padahal Indonesia termasuk produsen minyak goreng terbesar di dunia.
Data menunjukkan pada tahun lalu importasi minyak goreng mencapai 93,3 juta dolar AS atau Rp1,34 triliun (kurs Rp14.408 per dolar AS). Nilai ini naik 38,34 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Secara rinci impor minyak goreng berasal dari lima negara utama. Terbesar dari negara tetangga Malaysia sebanyak 19,26 juta dan kemudian disusul dari negara Thailand sebanyak 16,5 juta kilogram. Selanjutnya impor berasal dari Australia dengan volume sebanyak 6 juta kg, serta dari Spanyol sebanyak 1,3 juta kg dan dari Italia sebanyak 1,29 juta kg.