BADUNG,MENITINI.COM-DPRD Badung mengajak perusahaan asala Korea Selatan Korean Environment Corporation (K-Eco) meninjau kondisi pengelolaan sampah di TPST Mengwitani, Kecamatan Mengwi, pada Jumat (9/8/2024). Peninjau itu dilakukan setelah melakukan diskusi permasalahan penanganan sampah di Badung.
Dalam keterangannya, Ketua DPRD Badung, Putu Parwata mengungkapkan dari peninjauan di lapangan, perusahaan K-Eco menemukan banyak sekali sampah yang masih bernilai ekonomi, namun belum dikelola dengan maksimal.
“Dari pengamatan tadi mereka menyimpulkan bahwa banyak sampah yang mempunyai nilai ekonomi, tapi belum dinikmati oleh masyarakat secara ekonomi. Jadi tidak hanya sekedar bagaimana menghabiskan sampah, tetapi Keiko melihat bagaimana meningkatkan nilai ekonomi dari sampah,” ujarnya saat ditemui, Jumat (9/8/2024).
Karenanya, K-Eco memberikan masukan mengenai penguatan di tingkat regulasi terlebih dahulu. Dalam hal ini, perusahaan tersebut akan memberikan referensi mengenai regulasi apa yang sudah dikerjakan di Korea Selatan dalam penanganan sampah. Kemudian regulasi tersebut disandingkan dengan regulasi yang sudah dibuat di Kabupaten Badung dan disesuaikan, sehingga nantinya ketemu regulasi yang tepat.
“K-Eco dan tim akan memberikan kita referensi apa yang sudah dikerjakan, lalu kita akan bandingkan dengan regulasi kita. Jadi bukan bangun pabriknya dulu, tapi regulasinya dulu. Sehingga hulu hilirnya nyambung. Ini yang mungkin perlu kita pahami. Kalau sementara di Badung ini berpikir bagaimana menghabiskan sampah, tetapi K-Eco melihat bagaimana supaya sampahnya bersih, uangnya dapat untuk rakyat, dan pemerintah dapat lingkungan clean dan clear,” ungkapnya.
Akan tetapi, dari sharing diskusi ini, Parwata menemukan ada satu model yang akan diambil, yakni dalam regulasi ini dibuat, pemerintah menjadi holding yang utama dalam penanganan sampah. Kemudian di sekeliling pemerintah, ada perusahaan-perusahaan swasta yang akan mengambil sampah-sampah ini dan memilahnya. Pemilahan ini bertujuan untuk membangun potensi nilai ekonomi dan multiplier effect, sehingga tidak hanya ujug-ujug zero waste.
“Dalam kesimpulan sementara, pertama regulasi harus dibuat dan pemerintah hadir sebagai holding. Pemerintah kemudian mengajak pengusaha lokal desa untuk membangun ekonomi sekuler, ekonomi sekuler ini akan dibantu oleh pemerintah. Jadi pengusaha-pengusaha yang bergerak di bidang kebersihan sampah ini dibantu oleh pemerintah modalnya, dibuatkan regulasi. Sehingga setiap desa itu memiliki kelompok-kelompok usaha pemilah sampah. Jaminannya pemerintah membeli. Setelah pemerintah membeli, kemudian diolah. Terakhir, sisa yang memang tidak bisa diolah lagi baru dibuatkan TPST zero waste,” terang Parwata.
Namun demikian Parwata mengakui bahwa untuk mewujudkan semua itu memerlukan waktu dan penelitian. Terlebih lagi, sangat penting adanya edukasi dari awal yaitu pemilahan sampah dari rumah tangga, hotel, vila industri, UMKM. “Semua ini memang memerlukan waktu. Ada penelitian yang secara empiris harus mencari data di lapangan, kemudian dirumuskan oleh tim, lalu dirumuskan dalam sebuah konsep, lalu diaplikasikan. Kalau kemarin kita maunya sekarang hamil, besok lahir. Yang penting bersih, tapi urutannya itu tidak terstruktur dan terurut. Padahal sampah ini adalah nilai besar buat pemerataan tumbuhnya ekonomi,” pungkasnya. *
- Editor: Daton
Berita Terkait
- Penjabat Gubernur Bali Kecewa, Pengelolaan TPST Kesiman Kertalangu Tidak Sesuai Komitmen
- Musim Sampah Kiriman Berakhir, 1.464 Ton Sampah Berserakan di Periode Januari-April
- Alam Ganjar dan Pasukan Tim Penguin Bersih-bersih Sampah Plastik
- Satu Keluarga di Kota Denpasar Produksi Sampah Sisa Makanan 0,34 Kilogram Perhari