MOSKOW, Presiden Rusia Vladimir Putin menyerukan kepada pasukan Ukraina di wilayah Kursk yang dikuasai Rusia untuk menyerah, di tengah negosiasi diplomatik terkait potensi gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat.
Dalam pertemuan dengan Dewan Keamanan Rusia pada Jumat (15/3), Putin menuduh pasukan Ukraina di wilayah tersebut melakukan kejahatan terhadap warga sipil. Meski demikian, ia mengakui bahwa Presiden AS Donald Trump ingin menyelamatkan nyawa tentara Ukraina saat Rusia merebut kembali wilayah itu, dan menjamin keselamatan bagi mereka yang menyerah.
Dilansir CNN, Putin juga menyatakan bahwa Rusia tengah berupaya memulihkan hubungan dengan Amerika Serikat, setelah hubungan kedua negara “hampir nol dan dihancurkan oleh pemerintahan Amerika sebelumnya.”
“Secara keseluruhan, situasi mulai bergerak,” kata Putin, mengomentari hubungan dengan pemerintahan Trump. “Kita lihat apa yang akan terjadi selanjutnya.”
Dengan Ukraina kehilangan kendali atas Kursk—satu-satunya wilayah yang dapat menjadi alat tawar-menawar dalam negosiasi—banyak yang berpendapat bahwa Putin mungkin menunda pembicaraan gencatan senjata hingga wilayah tersebut sepenuhnya berada di bawah kendali Rusia. Sebelumnya, pejabat Ukraina telah menerima proposal AS untuk gencatan senjata selama 30 hari di sepanjang garis depan setelah melakukan pembicaraan dengan pejabat AS di Arab Saudi.
Pada Februari lalu, Misi Pemantauan Hak Asasi Manusia PBB di Ukraina menyatakan keprihatinannya atas laporan bahwa puluhan tentara Ukraina yang menyerah kepada Rusia sejak Agustus 2024 telah “ditembak mati di tempat.”
“Semua dugaan eksekusi terhadap personel militer Ukraina yang ditangkap dan pernyataan publik yang mendukung tindakan semacam itu harus diselidiki,” ujar Danielle Bell, Kepala Misi Pemantauan PBB di Ukraina.
Zelensky: ‘Setiap Hari Perang Berarti Kehilangan Nyawa’
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Jumat menyatakan keraguannya terhadap motif Putin dan mendesak Amerika Serikat untuk mengambil “langkah kuat” guna menekan Rusia agar mengakhiri perang melawan Ukraina.
Dalam serangkaian unggahan di platform X, Zelensky menegaskan bahwa negaranya menginginkan perdamaian, dengan menulis: “Sejak menit pertama perang ini, kami hanya menginginkan satu hal – agar Rusia meninggalkan rakyat kami dengan damai dan agar para penjajah Rusia keluar dari tanah kami.”
“Setiap hari perang berarti kehilangan nyawa rakyat kami – hal yang paling berharga bagi kami,” lanjutnya.
Zelensky juga menuduh Putin mencoba menggagalkan negosiasi damai serta berbohong mengenai “situasi sebenarnya” di medan perang. Ia menyoroti bahwa Putin mengajukan berbagai syarat untuk gencatan senjata, termasuk permintaan agar perjanjian mencakup apa yang disebut Kremlin sebagai “akar penyebab” konflik.
Rusia pertama kali menginvasi Ukraina pada 2014 dan melancarkan invasi besar-besaran pada 2022. Pada saat itu, Putin menuntut agar Ukraina tidak pernah bergabung dengan NATO serta menuntut pengurangan kehadiran militer aliansi tersebut di Eropa Timur dan Tengah – tuntutan yang ditolak oleh AS dan sekutunya sebagai upaya pencaplokan wilayah secara terang-terangan.
“Putin tidak bisa keluar dari perang ini karena itu akan membuatnya tidak mendapatkan apa-apa,” kata Zelensky. “Itulah sebabnya dia sekarang melakukan segala cara untuk menggagalkan diplomasi dengan menetapkan syarat yang sangat sulit dan tidak dapat diterima sejak awal, bahkan sebelum gencatan senjata dimulai.”
Zelensky mendesak negara-negara yang memiliki pengaruh terhadap Rusia, terutama AS, untuk mengambil langkah nyata guna menghentikan perang.
“Tekanan harus diberikan kepada pihak yang tidak ingin menghentikan perang. Tekanan harus diberikan kepada Rusia. Hanya tindakan tegas yang dapat mengakhiri perang ini, yang telah berlangsung selama bertahun-tahun,” tegasnya.
Presiden Ukraina itu dijadwalkan akan berpartisipasi dalam pertemuan virtual dengan para pemimpin Eropa dan NATO pada Sabtu, yang diselenggarakan oleh Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, guna membahas dukungan bagi Ukraina.
- Editor: Daton