JAKARTA,MENITINI.COM-Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menekankan urgensi dalam revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lansia), adalah sebagai upaya negara hadir dalam memberikan pelayanan yang baik terhadap kelompok lanjut usia yang merupakan kelompok yang sangat rentan.
Pasalnya pada tahun 2035 nanti, jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan mencapai 47 juta orang. Saat ini diketahui, jumlah warga usia lansia sudah mencapai 11 juta orang. Dengan demikian, perlu adanya antisipasi agar mereka bisa diberdayakan dan juga bisa menjadi perhatian bagi negara.
“Kalau kita tidak memiliki Undang-Undang Lanjut Usia, bagaimana dengan nantinya nasib para lansia di masa tuanya. Mereka juga berhak mendapatkan pelayanan terbaik dari negara dan bangsa serta mendapatkan kehidupan layak di hari tuanya. Untuk itu, sudah seharusnya seiring berjalannya waktu, kiranya Undang-Undang Kesejahteraan Lanjut Usia (UU Lanjut Usia) perlu adanya revisi karena dinilai sudah cukup lama,” kata Ace usai memimpin Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VIII DPR RI rangka menyerap masukan-masukan terhadap RUU Kesejahteraan Lanjut Usia, di Bandung, Jawa Barat, Senin (26/9/2022).
”RUU tersebut dibuat sejak 1998, jadi jelas sekiranya perlu direvisi terkait dinamika sistem pemerintahan saat ini, yang memang sudah mengalami perubahan juga. Kalau dulu sistem pemerintahan bersifat sentralistik semua dikerjakan oleh pusat, namun sekarang nafas dari RUU tersebut harus senafas dengan UU pemerintah daerah juga, karena di dalamnya disebutkan bahwa urusan sosial juga menjadi urusan daerah juga. Dalam konteks lanjut usia juga seharusnya menyesuaikan dengan perkembangan regulasi yang ada, sehingga kita bisa tegaskan dalam RUU lansia mana kewenangan pemerintah pusat dan mana kewenangan pemerintah daerah,” sambung Ace.
Belum lagi saat ini, lanjut politisi Partai Golkar tersebut, seiring dengan semakin tinggi angka harapan hidup masyarakat Indonesia tahun 1998 angka harapan hidup masih 65 tahun bahkan 63 tahun, akan tetapi saat ini dengan semakin baiknya kualitas kehidupan masyarakat Indonesia, angka kehidupan masyarakat sudah mencapai 71 tahun. Artinya definisi tentang usia perlu dikaji kembali terkait RUU Lansia, dan pembaharuan dari aspek filosofis, yuridis maupun sosiologis. Dalam kunjungan ini, banyak hal yang menjadi masukan buat Komisi VIII DPR RI, terutama dalam hal definisi konseptual apa yang dimaksud dengan kesejahteraan lanjut usia, dan apa saja yang menjadi parameter, dan bagaimana implementasi guna mewujudkan kesejahteraan lanjut usia. Serta bagaimana best practice penanganan lanjut usia dari berbagai daerah di Jawa Barat.
Karena itu, Ace menegaskan bahwa negara harus hadir dan memastikan bahwa kesejahteraan lansia ini betul-betul bisa teratasi. ”Kita tidak ingin pada saat aging society penduduk di tengah bonus demografi pada akhirnya akan bergeser dan mengalami masa penuaan. Negara harus hadir mempersiapkan melalui pemerintah daerah maupun pusat agar dapat memberikan perhatian kepada mereka, bagaimana memberikan pelayanan yang maksimal. Seperti fasilitas publik yang ada saat ini apakah sudah ramah terhadap lansia, bagaimana pelayanan administrasi kependudukan apakah sudah bersahabat atau tidak terhadap lansia, ataupun hal-hal lainya,” pungkas legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat II tersebut.
Menurut Ace, apabila nantinya UU Lansia sudah direvisi dan menjadi UU yang berlaku, sudah seharusnya tidak boleh ada masyarakat lanjut usia yang terlantar. “Mereka sama haknya untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari negara dengan demikian disetiap daerah, kabupaten dan kota harus ada panti-panti sosial yang memberikan pelayanan terhadap lansia. Saya beserta Komisi VIII DPR RI mendorong melalui undang-undang ini, akan menjadi payung hukum bagi proses pelayanan terhadap lanjut usia kedepannya, sehingga para masyarakat lanjut usia bisa mendapatkan kesejahteraan dan kehidupan yang layak di hari tuanya,” harap Ace.
Di tempat yang sama, Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial RI Kanya Ekasanti menjelaskan, peran lansia terhadap komunitas sosial dan juga peran masyarakat untuk mendukung kesejahteraan lansia menjadi sangat penting. ”Semakin tinggi jumlah lansia, harapannya adalah lansia makin produktif, mandiri, dan bermartabat. Adalah menjadi suatu keharusan dalam merawat kelompok lanjut usia dilakukan sesuai dengan keadaan dan perkembangan zaman. Serta peran keluarga juga sangatlah penting dalam membantu lansia memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Keluarga memiliki peran penting sebagai pendukung emosional, kesehatan fisik, dan penyalur informasi kepada lansia,” jelas Kanya.
Kementerian Sosial terus membuat inovasi terhadap program penanganan lanjut usia, salah satunya melalui program Atensi. Dimana program Atensi memberikan tujuh layanan kepada penerima manfaat antara lain pemenuhan hidup layak, perawatan sosial, dukungan keluarga, terapi fisik, mental dan spiritual, pelatihan vokasional dan kewirausahaan, bantuan dan asistensi sosial serta dukungan aksesibilitas. Pendekatan Atensi dilakukan melalui keluarga, komunitas dan residensial. Selain melalui program Atensi penanganan lanjut usia juga dilaksanakan melalui program Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako dan Permakanan.
Pengembangan program rehabilitasi sosial lansia dilaksanakan secara terintegrasi dengan koordinasi yang efektif antar lintas program terkait. Kerja sama lintas sektor dan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan merupakan kunci keberhasilan implementasi dan pencapaian target yang telah ditetapkan. Program tersebut merupakan perwujudan negara hadir dalam penanganan lansia. “Kami berharap RUU Kesejahteraan Lanjut Usia ini dapat segera selesai. Sehingga pelayanan kepada lanjut usia akan dapat berjalan dengan baik dan tujuan untuk mencapai lansia yang Mandiri, Sejahtera dan Bermartabat dapat terwujud,” tutup Kanya. (rni/sf)