Kamis, 4 Juli, 2024

Ilustrasi (Net)

JAKARTA,MENITINI.COM-Lanskap keamanan siber Indonesia saat ini tengah diramaikan oleh kasus kebocoran data (Breaching) yang dialami oleh Server PDN (Pusat Data Nasional) milik Kementerian Komunikasi. Server tersebut menjadi lumpuh selama beberapa hari sejak hari Kamis (20/6/2024) karena serangan Ransomware.

Serangan ini berdampak kepada 210 instansi yang berbasis daerah dan pusat, yang menyebabkan kendala operasional pada beberapa layanan publik. Kelompok Brain Cipher juga telah mengklaim bahwa mereka bertanggung jawab atas serangan tersebut, dan dikabarkan meminta tebusan sejumlah USD 8 juta atau setara Rp 131 miliar.

Evolusi Galaxy Z Fold Series yang Semakin Tipis, Kokoh, dan Ringkas 

Agate Academy Luncurkan TSA Game Fest Bersama Kominfo dan Disparbud Jawa Barat

Sukses di Palembang, ‘erafone Lebih Dekat’ akan Sapa Warga Bali

Samsung BRI Credit Card Resmi Meluncur, Buat Semua Kemudahan Jadi Milikmu

Salah satu sektor layanan yang paling terdampak akibat serangan Ransomware ini adalah imigrasi, dimana sistem penyeberangan di bandara dan pelabuhan tidak dapat beroperasi dengan normal, sehingga pemeriksaan dokumen-dokumen imigrasi harus dilakukan secara manual. Gangguan tersebut mengakibatkan panjangnya antrian bagi mereka yang ingin melakukan proses imigrasi. Jika peretasan terus berlanjut, besar kemungkinan bahwa para peretas akan mendapatkan akses terhadap jutaan data passport masyarakat yang tersimpan di dalam server.

Dengan banyaknya jumlah data masyarakat yang dikelola dalam servernya, PDN merupakan salah satu instansi yang sangat rentan terhadap serangan siber. Hal tersebut menjadi sebuah mandat bagi instansi pengelola data untuk mengimplementasikan sistem keamanan siber yang mutakhir untuk melindungi data yang dikelola.

Sebanyak 32 Warga Negara Taiwan Dideportasi

Pangdam IX Udayana Mengunjungi Kabupaten Jembrana, Perkuat Sinergi dan kebersamaan  

Polresta Denpasar mulai Uji Coba Pembuatan SIM Wajib Sertakan BPJS Kesehatan

Belum Berhasil Masuk SMPN Denpasar? Coba PPDB Jalur Zonasi Bina Lingkungan

Presiden Direktur PT ITSEC Asia Tbk, Joseph Lumban Gaol mengatakan, serangan siber yang terus berevolusi merupakan salah satu faktor terjadinya peretasan tersebut.

“Seperti yang kita ketahui, seluruh sistem teknologi yang kita kenal dan kita manfaatkan saat ini seperti IT, OT, dan IoT selalu mengalami perkembangan. Begitu juga dengan jenis dan variasi ancaman siber, yang mana mereka juga terus berevolusi untuk menerobos sistem keamanan siber yang semakin mutakhir. Maka dari itu, penting bagi industri, bisnis, dan instansi untuk terus melakukan pembaruan terhadap sistem keamanan informasi yang mereka miliki, terutama bagi industri atau instansi yang bergerak dalam sektor Infrastruktur Informasi Vital (IIV),” ujar Joseph.

Berlandaskan Undang-undang No. 27 Tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi, keamanan sistem informasi yang kuat memang sudah menjadi tanggung jawab perusahaan dan instansi. Sehingga, alokasi upaya dan anggaran ke dalam solusi keamanan siber telah menjadi kewajiban pengelola data di berbagai sektor. Tidak dapat dipungkiri bahwa potensi terjadinya kebocoran data, terutama data yang melibatkan masyarakat, merupakan tantangan besar bagi instansi dalam menentukan strategi untuk membangun infrastruktur siber yang aman dan merancang langkah mitigasi yang tepat.

Jokowi Ingatkan Tantangan Besar Polri di Masa Depan

Rapat dengan Pimpinan MPR RI, Jokowi Tegaskan Pentingnya Bangun Sinergi

Jokowi Persilakan KPK Usut Korupsi Bansos Presiden 2020

Brigadir Taruna Theodore Gomgom Octofarrel De Fatima Raih Lulusan Terbaik Akpol 2024

Dalam menentukan Response Plan yang tepat, Joseph Lumban Gaol menjelaskan bahwa pembayaran Ransom / Tebusankepada para threat actor bukanlah satu-satunya solusi yang dapat dipilih. “Perlu diingat bahwa memberikan tebusan yang mereka inginkan tidak akan menyelesaikan permasalahan tersebut. Tidak akan ada yang menjamin bahwa data-data perusahaan, konsumen, dan pihak-pihak yang terdampak akan kembali, karena aktivitas yang mereka lakukan merupakan aktivitas ilegal. Tidak juga menutup kemungkinan apabila para pelaku menerima tebusan yang mereka harapkan, mereka akan melancarkan serangan-serangan lainnya,” jelas Joseph.

Sebagai salah satu perusahaan cybersecurity yang ada di Asia Pasifik, PT ITSEC Asia Tbk memberikan imbauan kepada para pemangku kepentingan di berbagai instansi dan sektor industri terkait langkah-langkah mitigasi yang dapat dilakukan dalam menghadapi potensi terjadinya peretasan.

1. Mengendalikan penyebaran Malware

Langkah pertama yang harus dilakukan saat terjadi kebocoran data adalah mengendalikan penyebarannya. Perlu dilakukan isolasi terhadap sistem yang terpengaruh dari jaringan untuk mencegah penyebaran malware atau Unauthorized Acces yang lebih buruk. Jika memungkinkan, lakukan Access Segmentation untuk membatasi kebocoran dalam area tertentu, sehingga kebocoran yang terjadi tidak meluas ke sistem lain. Selama proses ini, penting untuk memastikan bahwa layanan kritis tetap beroperasi agar gangguan terhadap layanan publik bisa diminimalisir.

2. Mengidentifikasi Kerusakan yang Terjadi

Setelah peretasan berhasil dikendalikan, langkah berikutnya adalah melakukan penilaian mendalam untuk melihat seberapa parah peretasan yang terjadi. Sistem dan data yang terkena serangan perlu diidentifikasi dengan menggunakan alat dan teknik forensik untuk memahami sifat peretasan. Selain itu, penting untuk melihat jenis data yang telah berhasil diambil alih oleh peretas – apakah itu data pribadi, informasi keuangan, atau dokumen rahasia – dan potensi dampaknya terhadap individu dan organisasi. Analisis bagaimana pelanggaran terjadi, apakah melalui phishingmalware, atau ancaman dari dalam, juga sangat penting untuk mencegah insiden serupa di masa depan.

3. Melakukan Komunikasi Terhadap Pengguna Layanan

Salah satu bentuk langkah tanggung jawab yang perlu dilakukan oleh penyedia layanan ketika terjadi krisis seperti peretasan dan kebocoran data adalah melakukan notifikasi dan edukasi ke para pengguna, agar mereka dapat mengantisipasi resiko yang lebih besar. Notifikasi yang transparan tersebut penting agar pengguna tahu bahwa data mereka telah terdampak. Sehingga ada kewaspadaan misalnya dalam menerima kontak yang tidak dikenal yang melancarkan modus kejahatan, dan juga tidak sembarang percaya pada verifikasi pada data yang telah diretas. Perusahaan atau instansi memegang peran penting dalam mengedukasi langkah-langkah yang perlu diambil terhadap pengguna yang datanya terdampak.

Survei Bank Indonesia: Optimisme Konsumen Terhadap Ekonomi Bali Tetap Kuat

Etihad Airways Terbang Perdana ke Bali, 4 kali Seminggu dari Abu Dhabi

Bitcoin Lesu, Faktor Penting Ini Membuka Prospek Rebound dan Potensi Altseason

Satgas PASTI Blokir 824 Entitas Ilegal

4. Mengembangkan Redundant / Duplication System

Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan atau instansi dalam mengelola data-datanya adalah sistem cadangan atau yang sering dikenal dengan ‘Redudancy’, yang merupakan aspek terpenting dari infrastruktur data center. Adanya komponen cadangan ini untuk memastikan data dan layanan dapat tetap diakses dalam kondisi apapun. Dengan redundancy, sistem di dalam data center dapat terus bekerja dan data akan tetap tersedia sekalipun mengalami gangguan. Menerapkan Load Balancing dan Data Replication di beberapa data center yang berbeda juga dapat meningkatkan lapisan redudancy yang dapat membantu instansi atau perusahaan untuk tetap dapat memberikan layanan mereka dalam masa krisis. Selain itu backup system dalam SOP pelayanan seperti verifikasi memakai data lain yang tidak terdampak juga dapat menjadi opsi agar layanan dapat terpulihkan.

5. Meningkatkan Sistem Keamanan Siber Secara Berkelanjutan

Terakhir, tingkatkan infrastruktur keamanan siber perusahaan dan instansi secara bertahap dan menyeluruh. Implementasikan langkah-langkah keamanan yang telah di-update seperti Multi-Factor Authentication (MFA), Network Segmentation, dan Threat Detection yang baik. Berikan pelatihan kepada anggota dan karyawan secara bertahap tentang kesadaran akan pentingnya keamanan siber. Lakukan Security Audit dan penilaian kerentanan (vulnerability assessments)  secara teratur untuk mengidentifikasi dan mengatasi ancaman dan ancaman baru.

Selaku Managed Security Service Director PT ITSEC Asia Tbk, Andy Wijaya juga menyampaikan bahwa kasus ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi seluruh instansi dan pelaku industri dalam menghadapi potensi ancaman siber lainnya. “Kejadian ini menjadi pembelajaran buat kita semua. Terlepas dari proses Digital Forensic Investigation yang sedang berlangsung saat ini, saya kira kita perlu menyadari bahwa serangan siber dapat memanfaatkan celah keamanan yang kecil untuk dieksploitasi menjadi sebuat serangan siber yang berdampak sangat besar. Saya kira top management perlu melihat kembali kemampuan mitigasi organisasi secara menyeluruh. Pertahanan yang lengkap dan berlapis perlu dilakukan. Kita semua berharap serangan siber ini dapat segera teratasi dan proses layanan publik dapat Kembali normal,” tutup Andy.

  • Editor: Daton