DENPASAR,MENITINI.COM-Terbitnya Surat Edaran (SE) Gubernur Bali No. 09 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah mendapat sambutan positif dari komunitas lingkungan. Namun, dukungan tersebut juga disertai catatan kritis yang menekankan pentingnya langkah nyata di lapangan, bukan hanya sekadar aturan di atas kertas.
Komunitas Maludong bersama Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS) menyampaikan apresiasi sekaligus evaluasi mendalam dalam siaran pers bersama yang dirilis Sabtu (12/4/2025). Mereka menilai, SE ini merupakan langkah baik, namun belum cukup kuat untuk menyelesaikan persoalan sampah jika tidak diiringi penegakan dan tindakan konkret.
Founder Komunitas Maludong, Komang Sudiarta alias Komang Bemo, menyoroti bahwa persoalan utama dalam penanganan sampah bukan hanya pada tataran regulasi, melainkan pada kesadaran masyarakat yang dibangun melalui edukasi dan konsistensi di lapangan.
“Mengubah mindset jauh lebih penting daripada sekadar menerbitkan peraturan. Edukasi dan aksi nyata yang menyentuh akar masalah adalah kunci,” ujar Komang Bemo.
Menurutnya, efisiensi penanganan sampah juga perlu dibarengi dengan pengawasan berkelanjutan serta sanksi yang jelas bagi pelanggar. Ia menyoroti SE sebelumnya yang kerap hanya menjadi dokumen formal tanpa implementasi maksimal.
“Sudah 16 tahun kami bergerak mandiri. Tapi regulasi seperti terus berputar di tempat. Tanpa law enforcement yang kuat, ya akan seperti ini terus,” tegasnya.
Komang juga mempertanyakan kesiapan infrastruktur, seperti bank sampah, tempat daur ulang, dan sistem pengolahan di tingkat desa dan kelurahan. Ia juga menyinggung istilah TPA dalam SE Gubernur—apakah merujuk pada Tempat Pengolahan, Pemrosesan, atau Penumpukan Akhir.
“Jangan sampai hanya sekadar memindahkan masalah dari satu titik ke titik lain,” sindirnya.
Sementara itu, Ketua J2PS, Agustinus Apollo Naris Daton alias Polo, menambahkan bahwa regulasi hanya akan efektif jika dibarengi dengan penegakan hukum yang tegas. Menurutnya, SE memiliki kekuatan hukum paling lemah dibanding peraturan lain yang sudah lebih dulu ada.
“Kami apresiasi gerakan ini, tapi tanpa edukasi menyeluruh dan pemrosesan sampah dari sumbernya, semua hanya akan jadi wacana. Regulasi tanpa tindakan itu seperti macan ompong,” katanya.
Ia mengingatkan, Bali sebenarnya sudah memiliki landasan hukum kuat seperti Pergub No. 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dan Pergub No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Namun, menurut Polo, produsen tidak bisa serta-merta menyesuaikan diri dengan SE terbaru tanpa tahapan sosialisasi dan dialog yang melibatkan semua pihak.
“Perlu dialog dua arah antara pemerintah dan produsen. Yang dibutuhkan adalah komitmen dan aksi nyata dari hulu ke hilir,” tutupnya. (M-003)
- Editor: Daton