Jumat, 22 November, 2024

Tertarik Pengolahan Pakan Fermentasi Babi, Ini Yang Dilakukan Jurnalis Denpasar di Desa Luwus

Jurnalis Denpasar belajar mengolah pakan ternak fermentasi di Kelompok Panca Sejati Desa Luwus
Jurnalis Denpasar belajar mengolah pakan ternak fermentasi di Kelompok Panca Sejati Desa Luwus. (Foto: M-003)

DENPASAR, MENITINI.COM- Sejumlah wartawan Denpasar yang tergabung dalam Perhimpunan Junalis Nusa Tenggara Timur (PENA NTT) mengikuti pelatihan pembuatan pakan babi fermentasi di Kelompok Tani Ternak Panca Sejati, Desa Luwus, Kecamatan Baturiti, Tabanan pada Jumat (17/2).

Ketua PENA NTT Igo Kleden mengatakan pelatihan ini sendiri digelar sebagai bentuk program pemberdayaan anggota PENA NTT serta membangun kebersamaan dengan warga Luwus. Di tempat ini jurnalis dari berbagai media ini menyaksikan lansung bagaimana peternak Luwus sukses membuat pakan organ fermentasi berbasis sumber daya lokal. “Terobosan Kelompok Panca Sejati ini luar biasa. Bagaimana mereka bisa membuat terobosan, pakan lokal mampu bersaing dengan pakan pabrik. Dari sisi kualitas mampu bersaing dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Karena ini kami jurnalis sangat tertarik dan terjun langsung belajar ke sini,” kata Igo Kleden.

Untuk diketahui, kelompok Panca Sejati mengembangkan sebuah terobosan pembuatan pakan fermentasi. Sejak menggunakan pakan ini ternak kelompok ini berhasil melewati “teror” virus African Swine Finger (ASF).

Igo menambahkan, jurnalis Bali asal NTT mendapat pengalaman cara membuat pakan dengan berbahan lokal juga langsung melakukan praktek di tempat. “Saling membagi pengetahuan antar warga merupakan modal membangun kebersamaan,” ujarnya.

Apalagi Bali dengan NTT memiliki karakter budaya yang hampi sama. Dimana dalam kehidupan sehari-hari lekat dengan ternak babi. Karena itu tiap inovasi berkaitan dengan pengembangan peternakan babi sangat diperlukan di kedua wilayah ini. “Kalau kita lihat di Bali begitu banyak kegiatan budaya yang membutuhkan ternak khususnya babi. Sama halnya dengan di NTT khususnya di Flores, karena itu perlu dibangun jembatan pengetahuan antara kedua wilayah ini,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Kelompok Tani Ternak Panca Sejati, I Wayan Artana menyambut baik kehadiran jurnalis dari PENA NTT yang datang belajar ke Desa Luwus.

Menurutnya, ini merupakan inisiatif yang baik. Dimana apa yang terjadi di akar rumput bisa menarik minat jurnalis. Apalagi sampai datang langsung mengikuti pelatihan.
Menurut Wayan Artana terobosan anggota kelompok membuat pakan fermentasi organik tidak lepas dari kondisi sejumlah hal yang membenani peternak. “Di antaranya serangan ASF yang mengguncang Bali di sekitar 2019. Ketika itu tidak sedikit babi mati mendadak akibat virus,” ujarnya.

Di sisi lain hampir di saat bersamaan pada tahun 2020 dunia dilanda Covid-19. Pasar jadi lesu. “Serangannya bertubi-tubi. Sudah mati karena virus, permintaan pasar turun. Tapi peternak harus membeli pakan toko yang harganya mahal waktu itu,” katanya sembari menjelaskan saat itu peternak bersama pendamping kelompok mencari terobosan. Bagaimana menciptakan pakan yang bisa meningkatkan imun ternak sekaligus biaya lebih murah. Lahirlah ide pakan fermentasi.

Ia menambahkan, berdasarkan pengalaman peternak, pakan fermentasi memberikan sejumlah keuntungan. Antara lain sejak menggunakan pakan fermentasi, tidak lagi ditemukan ternak mati mendadak akibat penyakit terutama ASF.

Selain itu dari sisi Harga Pokok Produksi (HPP) bisa ditekan seminimal mungkin. Jika menggunakan pakan toko peternak harus merogoh kocek hingga Rp 2,4 juta per ekor sampai panen.

Sedangkan dengan fermentasi hanya maksimal membutuhkan HPP Rp 800 ribu. Selain itu dengan pakan fermentasi, peternak bisa panen pada usia lima bulan dengan berat yang sama dengan pakan pabrik.

Tapi dari sisi kualitas daging bisa dijamin juga. “Dengan fermentasi jauh lebih untung, apalagi kita kan pakai bahan-bahan lokal. Jadi sekarang kalau harga lagi turun kita berani tidak lepas ternak karena biaya pelihara tidak besar,” tandasnya. M-003

  • Editor: Daton