YOGYAKARTA,MENITINI.COM– Untuk mendukung upaya pengelolaan sampah yang akan menjadi salah satu program prioritas 2023, Pemerintah Kota Yogyakarta akan menggunakan dana keistimewaan (danais).
“Dana keistimewaan tidak akan langsung digunakan untuk penanganan atau pengelolaan sampah, tetapi lebih diarahkan untuk menumbuhkan budaya bersih di masyarakat,” kata Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi di Yogyakarta, Selasa (30/11/2022) seperti dikutip Berita ANTARA.
Melansir ANTARA, pada tahun anggaran 2023, Pemerintah Kota Yogyakarta akan mengelola bantuan keuangan khusus (BKK) dana keistimewaan sebesar Rp97,9 miliar atau naik signifikan dibanding tahun ini sebesar Rp44,6 miliar. Nilai dana keistimewaan yang akan dikelola Kota Yogyakarta pada tahun depan bahkan menjadi yang tertinggi dibanding kabupaten lain di DIY yaitu, Kulon Progo Rp92,2 miliar; Sleman Rp71,6 miliar; Gunungkidul Rp61,7 miliar; dan Bantul Rp52,2 miliar.
Sesuai nomenklatur, dana keistimewaan tersebut ditujukan untuk menopang kegiatan yang menyangkut keistimewaan seperti urusan budaya, tata ruang, pariwisata, dan pendidikan.
“Termasuk untuk menumbuhkan ekonomi agar masyarakat kembali bangkit pascapandemi. Serta untuk mendukung pengelolaan sampah dengan program yang mampu menumbuhkan budaya bersih di masyarakat,” katanya.
Dengan tumbuhnya budaya bersih di masyarakat, Sumadi berharap, program Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mewujudkan zero sampah anorganik pada 2023 bisa tercapai.
“Bagaimanapun juga, keberhasilan program zero sampah anorganik tersebut sangat tergantung pada perubahan budaya di masyarakat dari semula hanya membuang sampah menjadi mengelola sampah sejak dari sumbernya,” kata Sumadi.
Perubahan budaya di masyarakat tersebut dapat dilakukan dengan program edukasi dan sosialisasi terus menerus ke masyarakat.
Kelompok masyarakat yang diwajibkan mengelola sampah sejak dari sumbernya bukan hanya rumah tangga tetapi juga perkantoran, pelaku usaha, dan kelompok lain yang menghasilkan sampah.
Selain zero sampah anorganik, Kota Yogyakarta juga bertekad untuk mengurangi volume sampah organik yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan pada tahun depan. Pengelolaan sampah organik diarahkan dengan pembuatan biopori berbasis rumah tangga.
“Harapannya, budaya masyarakat mengelola sampah terus tumbuh sehingga target bisa diwujudkan,” katanya.
Editor: Ton
Sumber: ANTARA