Ada ungkapan, “Kalau dipersulit kenapa dipermudah”. Apakah begini wajah perizinan di tanah air, termasuk di Bali? Sepertinya begitulah.
Sementara pemerintah telah menerbitkan sistem online single submission (OSS) risk based approach (RBA) alias berbasis risiko di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bulan Agustus tahun 2021.
Dengan hadirnya sistem OSS berbasis risiko, peluang penyelewengan dan penyimpangan dipersempit, pengurusan izin lebih mudah, cepat dan murah biaya.
Namun kenyataan di lapangan, masih jauh panggang dari bara api.
Banyak pengusaha (kecil, menengah dan investor) mengeluh, termasuk Presiden Jokowi sendiri mengeluh dan menyoroti birokrasi perizinan di Indonesia yang katanya rumit dan berbelit belit.
"Izin diganti pertimbangan, izin diganti rekomendasi. Sama saja, ngurusnya juga ruwet itu, baik ini di pusat maupun didaerah," kata Presiden Jokowi saat membuka agenda penyampaian LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah,p Pusat tahun 2023 dan ikhtisar hasil pemeriksaan semester II/2023, di JCC, Senayan, Jakarta, Senin, 8 Juli 2024.
Di lain kesempatan Presiden Jokowi juga mengatakan pemerintah ingin iklim usaha berubah, kondusif dan memudahkan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah untuk berusaha.
Juga meningkatkan kepercayaan investor untuk membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
"Kita harus mampu meningkatkan lagi, tingkatkan lagi, dari yang mudah menjadi sangat mudah. Itu target kita. Kuncinya ada di reformasi perizinan," kata Jokowi.
OSS berbasis risiko merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP) 5/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, turunan dari pelaksanaan Undang-Undang (UU) 11/2020.
Dalam PP 5/2021 disebutkan bahwa terdapat 1.702 kegiatan usaha yang terdiri atas 1.349 klasifikasi bidang lapangan usaha (KBLI) yang siap menggunakan OSS berbasis risiko.
Di Bali ada beberapa pengusaha juga mengeluhkan ruwet dan berbelit belitnya urus izin usaha untuk bisnis baik pengusaha kecil, menengah, besar dan investor.
Bahkan saking ruwet dan berbelit belit ada seorang pengusaha meminta bantuan petinggi aparat menghubungi pejabat di Bali.
"Kalau minta uang bilang dong. Jangan dipersulit begitu kalau orang urus izin. Saya marah ini kalau begini cara urus izin," cerita seorang pengusaha kepada wartawan media ini beberapa waktu lalu.
Setelah ditelp petinggi aparat akhirnya dua hari kemudian semua urusan dimudahkan dan izinnya keluar.
Padahal berkas sudah lengkap dan sebulan lebih stafnya bolak balik hanya untuk urus izin itu.
Bahkan cerita pengusaha ini, di beberapa daerah di Bali ada pejabat meminta agar izin usaha pengusaha tertentu diperlambat.
Ada lagi yang menarik, setelah izin keluar, pengusaha diminta membantu dan mensupport kegiatan di daerah tersebut termasuk pengadaan barang barang di instansi.
Mestinya dengan adanya sistem OSS berbasis risiko penyederhanaan ketentuan perizinan sangat diperlukan agar tercipta iklim usaha yang lebih kompetitif.
Dengan demikian aktivitas ekonomi tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain.
Masih rumitnya proses perizinan usaha di Indonesia membuat pengusaha malas, bukan karena investasi yang mahal tapi berbelit belitnya proses izin.
Harusnya, kebijakan pemerintah daerah lebih berorientasi pada hasil, bukan pada proses.
Fokus pada capaian yang membawa kemajuan daerah.
Apalagi saat ini sejatinya pemerintah telah melakukan banyak deregulasi dan debirokratisasi melalui UU Cipta Kerja.
Penyederhanaan ketentuan perizinan diperlukan agar tercipta iklim usaha yang lebih kompetitif, sehingga aktivitas ekonomi dapat tumbuh lebih cepat, lebih merata dan berdampak langsung terhadap masyarakat.
Dengan demikian ungkapan "Kalau bisa dipermudah kenapa harus dipersulit" mestinya menjadi roh dalam lembaga pelayanan perizinan di tanah air termasuk di Bali. poll
Penulis: Pemimpin Redaksi Berita Menitini.com