Jumat, 22 November, 2024

Warga Intaran Tolak LNG, Tapi Bali Butuh Energi Bersih

Pemerhati lingkungan hidup Ketut Gede Darma Putra saat diminta komentarnya soal LNG, Rabu (29/6/2022). M-006
Pemerhati lingkungan hidup Ketut Gede Darma Putra saat diminta komentarnya soal LNG, Rabu (29/6/2022). (Foto: M-006)

DENPASAR, MENITINI-Polemik Pembangunan Terminal LNG di Intaran, Sanur, Denpasar belakangan ini membangkitkan kembali kesadaran masyarakat Bali akan pentingnya energi bersih bagi kelistrikan di Bali. Sebelumnya diberitakan bahwa warga Desa Adat Intaran, Denpasar, mendatangi DPRD Provinsi Bali, sejak Selasa (21/6/2022) lalu dan aksi ini terus berlanjut. Dari laman Kementerian ESDM diketahui, bahwa saat ini Bali memiliki kapasitas pembangkit listrik lebih dari 1200 MW, dengan kebutuhan maksimal berkisar 980 MW, dan sebesar 350 MW bersumber dari pembangkit Paiton di Jawa Timur yang masih menggunakan batubara. Tercatat sampai dengan akhir Maret 2022 konsumsi listrik di sektor bisnis mencapai 491 GWh dengan kontribusi 39,71 persen dari total konsumsi listrik secara di Bali. Kontribusi terbesar berasal dari pelanggan besar sektor pariwisata. 

Hal ini tampak pada periode yang sama tahun lalu (Maret 2021) saja permintaan layanan kelistrikannya tumbuh hingga 27,15 persen. Angka ini diproyeksikan akan meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi Bali, sebagaimana tercantum dalam RUPTL Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021-2030, beban listrik Bali akan mencapai 1.185 Megawatt sampai dengan 2023.

Dinamika sosial belakangan ini tak luput dari sorotan para pemerhati lingkungan Bali. Salah satunya adalah  Ketut Gede Dharma Putra, Ketua Yayasan Pembangunan Bali Berkelanjutan. Dharma Putra yang dikenal luas sebagai pengamat dan pelaku yang menangani penanganan masalah-masalah sosial, budaya, kawasan, dan lingkungan Bali, menuturkan bahwa penggunaan energi bersih (gas) sebagai bahan bakar pengganti fossil fuel dalam sistem kelistrikan Bali akan memberi manfaat lingkungan dan ekonomi secara luas. “Bagaimanapun hasil pembakaran batubara atau penggunaan solar pada pembangkit listrik menimbulkan residu polutan yang tidak sedikit. Dari sisi ekonomi pun penggunaan gas memiliki nilai efisiensi yang signifikan,” ujarnya.

Menurutnya, dengan penggunaan gas dalam sistem pembangkitan listrik di Bali dengan sendirinya akan meningkatkan kemandirian energi bagi Bali. Selain itu, penggunaan energi bersih akan memberi citra positif untuk Bali di mata dunia.