JAKARTA,MENITINI.COM-Bank DBS Indonesia dan Waste4Change meningkatkan kapasitas literasi keuangan pelapak sampah di sekitar Jabodetabek dengan menggelar edukasi untuk mengoptimalkan pencatatan transaksi bisnis mereka.
Berlokasi di Kantor Pusat Waste4Change di Bekasi, Jawa Barat, acara ini dihadiri oleh Head of Group Strategic Marketing & Communications PT Bank DBS Indonesia Mona Monika dan Founder & CEO Waste4Change Bijaksana Junerosano. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian strategi Bank DBS Indonesia dan Waste4Change untuk mengatasi masalah sampah di Indonesia.
Waste4Change adalah salah satu wirausaha sosial penerima dana hibah DBS Foundation Social Enterprise (SE) Grant 2021. Dana hibah yang diterima digunakan untuk mendorong pengelolaan sampah plastik bernilai ekonomi rendah melalui jejaring pelapak. Dari bulan April 2022 hingga Februari 2023, Waste4Change telah berhasil mengumpulkan 630 ton sampah plastik bernilai ekonomi rendah. Kerja sama Bank DBS Indonesia Partner Capacity Development Program ini akan berlangsung hingga November 2023.
Menurut data Bank Dunia pada tahun 2022, Indonesia menghasilkan 7,8 juta ton sampah plastik setiap tahun dan lebih dari setengahnya belum ditangani dengan tepat. Ini menjadikan Indonesia salah satu kontributor polusi sampah plastik laut terbesar di dunia yang mencapai 10% dari total sampah plastik di laut.
Dalam membantu menangani masalah sampah plastik, Indonesia sejauh ini masih mengandalkan keterlibatan pelaku persampahan di sektor informal dalam upaya daur ulang sampah plastik. Pelaku tersebut terdiri dari pemulung, pelapak dan pengepul sampah, hingga pengelola bank sampah.
Sebagai gambaran, Jurnal Teknik Lingkungan ITB Volume 21 Nomor 1 tahun 2015 menyebutkan, aktivitas pemanfaatan sampah bernilai ekonomis (recovery rate) oleh sektor informal di salah satu Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan Stasiun Peralihan Antara (SPA) di Kota Bandung dapat mencapai sekitar 29% dalam sehari.
Hasil riset Sustainable Waste Indonesia di Jabodetabek pada Maret-Agustus 2021 menyatakan tingkat daur ulang (recycling rate) botol polyethylene terephthalate (PET) yang sering dikumpulkan oleh pemulung dapat mencapai sekitar 74%, galon PET 93%, dan gelas polypropylene (PP) 81%. Artinya, sektor informal dapat berperan penting dalam meningkatkan daur ulang sampah plastik.
Sayangnya, pelaku di sektor informal ini umumnya masih melakukan pencatatan transaksi dan tonase sampah terkumpul secara manual dan tidak teratur. Pelaku di sektor informal umumnya belum mengenal teknik pencatatan atau pembukuan transaksi yang dapat memudahkan operasional bisnisnya secara berkelanjutan.
Padahal, pencatatan sampah yang rapi, teratur, dan teliti dapat membantu mereka melakukan evaluasi pengembangan usaha serta membantu pihak lainnya, seperti pemerintah dalam menghimpun data yang akurat terkait tonase sampah terkelola dan terdaur ulang.
Oleh karena itu, Bank DBS Indonesia dan Waste4Change berkomitmen untuk memberikan edukasi dan mendorong traceability atau sistem ketertelusuran yang baik dalam hal pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pelaku persampahan di sektor informal.
Ke depannya, diharapkan riwayat dan sistem pencatatan aktual dapat terealisasikan dan dijadikan acuan di kemudian hari. Kerja sama ini pun sukses memberikan pemahaman baru terkait kegiatan pengolahan sampah dengan sebanyak 630 ton sampah plastik bernilai ekonomi rendah telah berhasil diolah.
Head of Recycling Business Unit Waste4Change Rizky Ambardi mengatakan, pihaknya melihat bahwa sektor pengelolaan sampah informal belum terlindungi dan tercatat secara resmi oleh negara sebagai pihak yang berperan dalam meningkatkan daur ulang material, meskipun kinerja mereka terbukti signifikan dalam mengolah lebih banyak sampah plastik. Waste4Change sangat menghargai dan mendukung pengoptimalan peran sektor informal dalam membantu pengelolaan sampah melalui kemitraan yang terus diperkuat sehingga dapat tercipta alur dan operasional yang jelas untuk mendukung kegiatan mereka yang terintegrasi dalam pengelolaan sampah.