Kamis, 4 Juli, 2024

Ilustrasi. (Foto: dok Earthdata NASA)

JAKARTA,MENITINI.COM-Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memprakirakan akan terjadi musim badai yang sangat aktif. WMO menekankan pentingnya peringatan dini untuk menyelamatkan nyawa dan perekonomian.

“Kandungan panas laut yang tinggi dan antisipasi perkembangan peristiwa La Nina diperkirakan akan memicu musim badai yang sangat, sangat, sangat aktif tahun ini,” kata Clare Nullis, juru bicara WMO, di Jenewa, dikutip dari Reuters, pada Jumat (24/5/2024).

“Hanya diperlukan satu kali badai untuk menghambat pembangunan sosio-ekonomi selama bertahun-tahun,” imbuhnya.

Sebelumnya, fenomena iklim pemicu kekeringan di Indonesia, El Nino, sudah berakhir usai angkanya masuk status Netral.

Lembaga Kelautan dan Atmosfer AS (NOAA) pun memprediksi La Nina “dapat berkembang pada Juni–Agustus 2024 (peluang 49 persen) atau Juli–September (69 persen)”.

Kini, NOAA memperkirakan akan terjadi 17 hingga 25 angin topan, dengan rata-rata 14. Dari badai-badai tersebut, delapan hingga 13 diperkirakan akan menjadi badai (rata-rata 7).

Ini termasuk 4 hingga 7 badai besar (rata-rata 3). Badai besar adalah kategori 3, 4 atau 5 di Saffir Simpson, dengan kecepatan angin 178 km per jam atau 111 mil per jam atau lebih tinggi.

Musim badai Atlantik, yang berlangsung dari Juni hingga November, mencatat aktivitas di atas rata-rata selama delapan tahun berturut-turut, kata WMO.

“Peringatan dini telah membantu menyelamatkan nyawa,” kata Nullis.

“[Peringatan dini] itu benar-benar berhasil mengurangi angka kematian secara drastis, namun demikian negara-negara berkembang di kepulauan kecil di Karibia menderita kerugian yang tidak proporsional baik dari segi kerugian ekonomi maupun korban jiwa.”

Efek La Nina

Wakil Sekretaris Jenderal WMO Ko Barrett mengatakan ada pengaruh panas lautan dan La Nina.

“Kita harus sangat waspada tahun ini karena suhu panas laut yang hampir mencapai rekor tertinggi di wilayah tempat terbentuknya badai Atlantik dan peralihan ke kondisi La Niña, yang bersama-sama menciptakan kondisi untuk meningkatkan formulasi badai,” kata dia, dikutip dari situs WMO.

NOAA menyinggung suhu laut hangat yang hampir mencapai rekor tertinggi di Samudera Atlantik, yang menciptakan lebih banyak energi untuk memicu terjadinya badai.

“Antisipasi peralihan dari El Nino ke La Nina juga merupakan faktor lain karena La Nina cenderung mengurangi pergeseran angin di daerah tropis,” kata WMO.

Kenaikan permukaan air laut, yang diperburuk oleh gelombang badai, meningkatkan potensi risiko bagi masyarakat pesisir.

Antara 1970 dan 2021, siklon tropis (istilah umum yang mencakup badai) merupakan penyebab utama kerugian manusia dan ekonomi yang dilaporkan di seluruh dunia, yang menyebabkan lebih dari 2.000 bencana.

Namun, angka kematian menurun dari lebih dari 350 ribu pada 1970-an menjadi kurang dari 20.000 pada 2010-2019. Kerugian ekonomi yang dilaporkan pada 2010-2019 mencapai US$573,2 miliar. (Sumber: CNNIndonesia)

  • Editor: Daton